Kutuk Aksi Oknum Guru Cabuli Santriwati, Kemenag Tutup Ponpes Terkait Di Bandung
SinPo.id - Kasus pencabulan belasan santriwati oleh HA (36), oknum guru di salah satu yayasan pondok pesantren di Bandung ternyata sudah diketahui Kemenag sejak enam bulan lalu. Sejak kejadian tersebut, Kemenag langsung menutup lembaga pendidikan tersebut.
Hal itu disampaikan Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Thobib Al-Asyhar. Atas perkara ini, ia mengaku Kemenag mendukung langkah hukum yang diambil kepolisian.
“Sejak kejadian tersebut, lembaga Pendidikan tersebut ditutup. Oknum pimpinan yang diduga pelaku tindak pemerkosaan juga telah ditahan di Polda Jabar untuk menjalani proses hukum,” jelas Thobib dalam keteranganya dikutip dari laman Kemenag, Kamis (9/12).
Thobib menjelaskan, sejak peristiwa tersebut mencuat, Kemenag telah duduk bersama Polda Jabar dan Dinas Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) Jawa Barat. Para pihak bersepakat untuk memgambil sejumlah langkah.
Pertama, Polda Jabar menutup atau membekukan kegiatan belajar mengajar di Lembaga Pendidikan tersebut.
“Sampai sekarang tidak difungsikan sebagai tempat atau sarana pendidikan,” jelas Thobib.
Kedua, Kemenag mengembalikan seluruh siswa ke daerah asal mereka. Pendidikan mereka dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yang ada di daerah masing-masing dengan difasilitasi Kasi Pontren dan Forum Komunikasi Pendidikan Kesetaraan (FKPPS) Kabupaten/Kota setempat.
Ketiga, Kemenag terus berkoordinasi dengan Polda dan Dinas Perlindungan Ibu dan Anak, khususnya terkait penyelesaian perpindahan dan ijazah para peserta didik di lembaga tersebut.
“Sebagai catatan tambahan, Kementerian Agama telah menjalin kerjasama dengan Kementerian PPPA dan UNICEF terkait dengan pesantren ramah anak, di mana pesantren menjadi tempat yang nyaman bagi santri-santrinya,” tandas Thobib.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag), Waryono mengecam keras tindakan pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung itu.
"Saya sangat mengecam keras tindakan itu. Dan saya sangat prihatin atas kejadian tersebut," kata Waryono, Rabu (8/12).
Waryono menegaskan bahwa institusi pesantren sudah pasti mengajarkan untuk saling merawat generasi. Artinya, ajaran itu diejawantahkan pesantren untuk melarang siapapun untuk melakukan pelbagai tindakan kekerasan. Terlebih, tindak kekerasan sudah jelas dilarang ajaran Islam.
"Nah berarti di situ kalau bahasa modernnya itu enggak boleh melakukan kekerasan, perkosaan kekerasan verbal dan non verbal enggak boleh," kata dia.
Lebih lanjut, Waryono menyayangkan terdapat oknum yang justru mengotori institusi pesantren dengan tindakan bejatnya. Padahal, pesantren merupakan institusi agama Islam yang bersih dan memiliki nama baik di mata siapapun.
"Jangan sampai terkotori dengan oknum yang sebenarnya saya tidak tahu kiai atau bukan ini. Di beritanya kiai, tapi belum tentu kiai kalau tindakannya seperti ini," ucap Waryono.
Diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung menyidangkan kasus pemerkosaan terdakwa HW (36) terhadap belasan santrinya di salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung.
Perbuatan cabul terdakwa HW itu diduga dilakukan di beberapa tempat, sejak 2016 sampai dengan 2021. HW berulah keji memperkosa anak didiknya di sejumlah lokasi. Seperti Yayasan KS, Yayasan pesantren TM, Pesantren MH, base camp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Riyono mengatakan ada penambahan satu bayi yang baru lahir dari korban selama proses persidangan. Selain itu, dua orang korban lainnya dikabarkan masih dalam proses kehamilan.
"Totalnya ada sembilan bayi telah dilahirkan korban akibat perbuatan terdakwa HW. Waktu pra-penuntutan itu masih delapan, ketika persidangan ini digelar ada sembilan. Kemudian ada juga yang masih hamil," jelasnya.
Dalam dakwaannya, HW melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primairnya.
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.