Pemerintah Dinilai Sulit untuk Terima Kritikan Rakyatnya
Jakarta, sinpo.id - Belakangan ini banyak beredar fitnah dan kebencian, khususnya di media sosial. Banyak dari mereka berani melakukan itu karena berlindung di balik kata 'demokrasi'. Kini Sri Rahayu masuk ke dalam barisan orang-orang yang juga pernah ditangkap karena menghina Presiden. Pada Juni lalu, terdapat dua orang yang ditangkap dengan tuduhan yang sama.
Sri Rahayu, wanita yang berumur 32 tahun ini ditangkap polisi di kediamannya di Desa Cipendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (5/8/217). Brigadir Jenderal Fadil Imran selaku Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri membenarkan hal itu, Sri diamankan lantaran diduga menyebarkan berbagai konten yang menghina Presiden Jokowi, lambang negara, sejumlah partai politik, serta ormas melalui akun facebooknya.
“Tersangka mendistribusikan puluhan foto-foto dan tulisan dengan konten penghinaan terhadap Presiden Jokowi, beberapa partai, organisasi kemasyarakatan dan kelompok serta konten hoax lainnya,” tutur Fadil.
Terkait hal itu, Adi Prayitno selaku pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengatakan, penangkapan terhadap orang-orang ini biasa disebut sebagai simpton atau gejala pemerintahan Jokowi menuju pemerintahan yang anti kritik.
Adi menilai, membandingkan rezim saat ini dengan pemerintahan sebelumnya, yakni rezim kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai lebih bisa menerima kritik.
Menurut Adi, walaupun demikian, justru keliru ketika pemerintah menanggapi kritik dan pendapat masyarakat dengan langkah yang cenderung represif tanpa ada klarifikasi dari pihak yang bersangkutan. Dia menegaskan masih banyak kalangan yang tidak memahami UU ITE beserta ancaman hukuman yang bakal menjeratnya. Ia melanjutkan, bahwa kepolisian harus mengklarifikasi dan mendalami lebih jauh personal Sri Rahayu sebelum membawanya ke tahap hukum yang lebih lanjut, misalnya ditetapkan menjadi tersangka.
"Jangan apa-apa dilawan dengan status tersangka. Jangan sampai ada kesan represif," tegas Adi mengkhiri.

