Trending #SulutMenangis, Konflik Lahan Di Bolmong Butuh Atensi Jokowi - Kapolri
SinPo.id - Konflik lahan patok di wilayah perkebunan Bolingongot, Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut) makin panas. Konflik lahan ini mengakibatkan salah seorang warga Armanto Damopolii tewas. Kasus tersebut hingga belum diusut tuntas.
Harapan penuntasan kasus itu mendorong munculnya tagar #SulutMenangis hingga menjadi trending topik Twitter, Sabtu (30/10).
Dalam cuitannya, warganet mengunggah foto berbagai spanduk meminta keadilan untuk warga yang diduga telah dibunuh oknum dari perusahaan pertambangan.
Mereka juga mengunggah berbagai foto aksi warga turun ke jalan untuk meminta keadilan. Tak hanya mengunggah foto dengan poster bertuliskan "Tangkap dan hukum mati pemilik PT BDL", ada juga yang me-repost berita dari berbagai sumber terkait kasus tersebut.
Saat mengunggah cuitan itu, tak lupa warganet me-mention akun Twitter Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Polda Sulut, Humas Polri, hingga akun Twitter milik Presiden Joko Widodo.
Seperti yang diunggah akun Twitter @TA_K3N di mana dalam cuitannya Ia mendesak pihak kepolisian untuk mengusut dibalik kasus pembunuhan warga Desa Toruakat yang diduga dibunuh oleh oknum perusahaan tambang di Bolmong, Sulut.
"Kasus PETI yg menimbulkan korban jiwa di Sulut masih bergulir, warga setempat menuntut keadilan karna penindakan yg berbelit. Pengamat menduga adanya Oknum yg bermain, benarkah?? @ListyoSigitP @DivHumas_Polri @poldasulut_ Masih Adakah Keadilan #SulutMenangis," tulisnya, seperti dikutip SinPo.id.
Akun lainnya @Ande2_Lumut1 menuliskan. “Kapolda @poldasulut_ didesak menangkap aktor di balik pembunuhan warga Desa Toruakat Bolmong yg terjadi di area PT BDL. Desakan datang dari Ratusan Masyarakat Bolaang Mongondow Sulawesi Utara @ListyoSigitP, @DivHumas_Polri, @poldasulut_. Masih Adakah Keadilan. #SulutMenangis,” tulisnya.
Sementara akun @ChusnulCh__menuliskan, “bertahun2 menambang tak berizin, tak tersentuh. Sdh dilarang dan disidak @GakkumKLHK , masih menambang. Terakhir sewa preman dan membunuh warga, juga tak tersentuh. Negara apa ini, aparat kemana? @ListyoSigitP @DivHumas_Polri, @poldasulut_. Masih Adakah Keadilan #SulutMenangis”.
Terlihat juga tulisan yang meminta Presiden Joko Widodo agar memberikan perhatian terhadap kasus penembakan yang terjadi saat korban dan sejumlah warga lainnya yang tinggal di sekitar area PT BDL. Masih Adakah Keadilan #SulutMenangis,”.
Persoalan di Bolmong
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Tengah, Can Mulyadi Mokodompit mengatakan, kenapa tagar #SulutMenangis akhirnya muncul? “Karena kemudian kami prihatin persoalan tanah adat di Toruakat," katanya.
"Itu hanya salah satu dari sekian banyak persoalan yang akan muncul di kemudian hari, dan hari ini tidak dapat perhatian dari aparat penegak hukum apalagi pemerintah daerah. Pemerintah tidak pernah melihat persoalan adat ini menjadi persoalan yang serius," tambahnya dilansir dari detikcom.
Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Tengah mendesak agar persoalan masyarakat adat menjadi perhatian serius. Menurut dia, Jokowi harus ikut turun mengusut masalah tersebut.
"Sehingga kami meminta Presiden Jokowi serta Panglima TNI dan Kapolri. Terutama Kompolnas harus turun untuk menyelesaikan. Komnas HAM juga harus turun memantau persoalan di lapangan," harapnya.
Mulyadi menuding bahwa masyarakat adat telah dilecehkan oleh pihak perusahaan. Karena perusahaan beroperasi tanpa persetujuan dari masyarakat adat.
"Mereka (perusahaan, red) datang dengan arogan membawa izin dari pusat. Sementara mereka tidak memperhatikan bahwa itu sudah kebun milik masyarakat, hutan milik masyarakat, kemudian hanya bermodalkan selembar dari kementerian mereka datang habis itu ndak (tak) memperhatikan kesejahteraan masyarakat ini," kata dia.
Mulyadi tidak memperdebatkan masalah izin pertambangan di sana. Menurutnya sebelum tambang beroperasi, harus disetujui oleh masyarakat adat. Faktanya di Bolmong perusahaan beroperasi tanpa persetujuan masyarakat adat.
"Tanah adat hanya boleh masuk kalau memang komunitas menyetujui. Itu perkebunan sudah ada sebelum Indonesia merdeka, tiba-tiba ada satu korporat masuk dengan mengatasnamakan izin kementerian, wah itu tidak boleh. Bukan persoalan sudah ada izin atau tidak, tapi persoalan mereka masuk tanpa persetujuan masyarakat adat," tegas dia.

