DMFI Serukan Larang Perdagangan Daging Anjing Di Jakarta

Laporan: Riri
Senin, 13 September 2021 | 11:52 WIB
Ilustrasi Anjing/Net
Ilustrasi Anjing/Net

SinPo.id - Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) telah melakukan investigasi nasional atas perdagangan daging anjing, termasuk lokasi-lokasi "hotspot" penyuplai dan proses pengangkutan anjing-anjing ke Jakarta untuk memenuhi permintaan. DMFI juga telah mendokumentasikan betapa kejam, ilegal dan berbahayanya perdagangan ini.

Koordinator Nasional DMFI, Karin Franken mengatakan, sebagian besar pasar di Jakarta dan sekitarnya masih menjual daging anjing. Ada dua penyuplai besar di Jakarta dan beberapa penyuplai kecil yang menjual anjing seperti Pasar Senen , Pasar Cijantung dan beberapa pasar lainnya.

"Di sini, mereka biasanya memotong 3 - 6 anjing per hari sedangkan kedua penyuplai besar biasanya masing - masing memotong 20 - 40 anjing per hari dan kemudian menjual daging anjing ke lapo dan beberapa resto Korea di Jakarta," kata Karin dalam keterangan pers pada Senin, (13/9).

Diperkirakan di Jakarta, sekitar 340 anjing dipotong per hari, atau sekitar rata – rata 9,520 ekor anjing per bulan. Sebanyak 97% dari anjing-anjing ini dibawa dari Provinsi Jawa Barat di mana masih endemic rabies.

Meski angka ini lebih kecil dibandingkan di daerah lain seperti Solo di mana hasil investigasi DMFI menunjukkan bahwa lebih dari 13,700 anjing diangkut dan dipotong per bulannya. Tetap saja hal ini tidak dapat diterima. Sebab selain mengorbankan anjing sebagai makhluk hidup, perdagangan daging anjing secara ilegal beresiko terhadap kesehatan penduduk.

"Perdagangan daging anjing ini dapat mengancam kesehatan serta keamanan seluruh warga Jakarta dan daerah lainnya, status Jakarta yang bebas rabies dan bahwa perdagangan ini beroperasi secara ilegal," tegasnya.

Berdasarkan hasil investigasi DMFI sejak 2017, perdagangan daging anjing diiringi dengan pelanggaran hukum. Sekitar 1 juta anjing dicuri, diangkut, dijual dan dipotong setiap tahunnya. DMFI juga telah menyerahkan bukti-bukti pelanggaran hukum tersebut.

Beberapa bukti yang diserahkan diantaranya, perdagangan jarak jauh dan antar provinsi dari anjing dengan penyakit dan status vaksin yang tidak jelas dan tanpa izin.

Pemotongan anjing dengan kejam di rumah jagal dan pasar yang kotor dan asal- asalan. Pencurian hewan peliharaan, dengan cara memaksa serta menggunakan senjata tajam dan menebarkan racun. Penjualan ilegal daging anjing di pasar dan resto; terdapat anjing yang positif rabies dipotong dan dijual untuk dikomsumsi manusia.

Dia menegaskan, siksaan kejam terhadap hewan saat perdagangan dan pemotongan sangat berlawanan dengan standar nasional dan internasional, termasuk memukuli anjing sampai mati di depan anjing yang lain dan membakar anjing hidup-hidup.

"Sudah jelas, perdagangan daging anjing di Indonesia dijalankan dengan melanggar berbagai hukum dan peraturan yang berkaitan dengan kesehatan dan keamanan publik," katanya.

Adapun dasar hukum yang dilanggar adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, di mana anjing tidak termasuk kategori sumber pangan, sehingga tidak ada dasar hukum untuk memproduksi dan mendistribusikannya.

Kemudian UU 18 Tahun 2009 juncto UU 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang melarang: memperdagangkan dan memotong hewan dengan cara yang kejam dan menyiksa; dan ekspor/impor hewan dan produk hewan yang kemungkinan membawa penyakit hewan lain dari area yang terinfeksi dan/atau dicurigai ke dalam area yang bebas penyakit.

Selanjutnya UU 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tanaman (Pasal 6) menetapkan bahwa setiap pembawa rabies (termasuk anjing, kucing, monyet, sigung, serigala, rakun dan kelelawar) wajib dilengkapo sertifikat kesehatan; wajib melalui jalur masuk dan keluar yang telah ditetapkan; dan wajib dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di jalur masuk dan keluar untuk keperluan tindakan karantina.

Ada juga Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan dan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2014 Tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan, menetapkan bahwa apabila hewan yang diperdagangkan tidak dilengkapi dengan surat izin yang dibutuhkan, maka hewan tersebut tidak diijinkan masuk ke Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012  Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner  dan Kesejahteraan Hewan Pasal 8 menetapkan bahwa diantaranya, semua hewan sebelum dipotong wajib dilengkapi dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh  dokter hewan atau paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang; membatasi rasa sakit dari hewan yang akan dipotong; dan kesehatan jeroan dan karkas hewan wajib diperiksa setelah pemotongan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI