Proyeksi APBN 2021, Menkeu: Anggaran Kesehatan Naik Jadi Rp 193,93 Triliun

Laporan: Tisa
Senin, 05 Juli 2021 | 23:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Instagram
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Instagram

SinPo.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan sejumlah indikator perekonomian dan proyeksi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I tahun 2021 yang berada pada angka 3,1-3,3 persen. 

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam keterangan pers secara virtual usai mengikuti sidang kabinet paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo pada, Senin (5/7).

"Untuk tahun 2021 ini, tadi telah saya sampaikan realisasi semester I pertumbuhan ekonomi di 3,1-3,3 (persen). Inflasi di 1,33 (persen), tingkat suku bunga 6,59 persen, itu lebih rendah dari asumsi 7,29 persen untuk SBN 10 tahun. Inflasi tadi 1,33 lebih rendah dari asumsi APBN yang 3 persen," ucap Sri Mulyani.

Sri Mulyani menuturkan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di angka 14.299 per dolar AS, lebih rendah dari nilai tukar asumsi 14.600 per dolar AS. 

Kemudian, harga minyak berada di 62 dolar AS per barel, lebih tinggi dari harga minyak asumsi 45 dolar AS per barel. 

Untuk target produksi siap jual atau lifting minyak berada di angka 663 ribu barel per hari, lebih rendah dari asumsi 705 ribu barel per hari. Untuk lifting gas berada di angka 1.007.000 barel setara minyak per hari, sama dengan asumsi pada APBN.

Sementara itu di sisi pendapatan, sampai dengan semester I pendapatan negara mencapai Rp 886,9 triliun atau terjadi pertumbuhan 9,1 persen. Angka Rp 886,9 triliun ini merupakan 50,9 persen dari target APBN 2021 yaitu Rp q1.743,6 triliun rupiah. 

Pertumbuhan pendapatan negara sebesar 9,1 persen ini, menurut Sri Mulyani merupakan suatu kenaikan yang sangat tinggi dan bagus, terutama jika dibandingkan tahun lalu yang mengalami kontraksi 9,7 persen.

"Penerimaan pajak sudah mencapai Rp 557,8 triliun atau 45,4 persen dari target tahun ini Rp 1.229,6 triliun. Ini tumbuh mendekati 5 persen, 4,9 persen. Tahun lalu penerimaan pajak kita mengalami hantaman yang sangat kuat yaitu kontraksinya sampai 12 persen atau hanya Rp 531,8 triliun," kata dia.

Sri Mulyani menyebut dari sisi penerimaan pajak terjadi pemulihan dari minus 12 persen tahun lalu, pertumbuhan ekonomi melonjak mendekati 5 persen.

"Jadi sekali lagi, dari sisi penerimaan pajak terjadi pemulihan dari minus 12 persen tahun lalu, sekarang melonjak mengalami pertumbuhan mendekati 5 persen," tutur Sri Mulyani .

Untuk bea dan cukai kata Sri Mulyani juga sudah terkumpul Rp 122,2 triliun atau 56,9 persen dari target Rp 215 triliun.

Sehingga terjadi pertumbuhan sampai 31,1 persen atau naik tiga kali lipat jika dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 8,8 persen. 

Sementara itu, untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP), telah terkumpul Rp 206,9 triliun atau tumbuh 11,4 persen dibandingkan tahun lalu yang berada pada angka Rp 185,7 triliun. 

"Ini juga suatu pemulihan yang luar biasa karena tahun lalu PNBP kita mengalami kontraksi 11,2 persen. Jadi kalau dilihat dari penerimaan negara terjadi geliat pemulihan ekonomi yang terekam cukup kuat," imbuh dia.

Di sisi belanja negara, pada semester I sudah direalisasikan sebesar Rp1170,1 triliun atau 42,5 persen dari target belanja tahun ini.

Belanja ini tumbuh 9,4 persen dibanding tahun lalu yang hanya tumbuh 3,4 persen.

Jika dilihat lebih rinci, kenaikan yang signifikan disumbangkan oleh belanja pemerintah pusat yaitu sebesar Rp796,3 triliun atau naik 19,1 persen dari tahun lalu.

"Ini sumbangannya terutama dari belanja kementerian/lembaga yaitu Rp 449,6 triliun atau 43,6 persen dari total belanja kementerian/lembaga. Belanja K/L ini melonjak 28,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jadi ini tumbuhnya sudah sangat tinggi dan memang APBN menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi yang luar biasa, terutama pada semester I ini," ungkapnya.

Adapun untuk belanja non-K/L mencapai Rp 346,7 triliun atau naik 8,9 persen dari tahun lalu. 

Namun kata Sri Mulyani, untuk transfer ke daerah masih mengalami kendala, yaitu terealisasi Rp 373,9 triliun atau kontraksi 6,8 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 400,9 triliun. 

"Ini pun sesudah ditransfer ternyata juga masih ada SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan) atau berarti belum dipakai langsung oleh para pemerintah daerahnya. Untuk realisasi semester ini kita mengalami defisit Rp 283,2 triliun atau 1,72 persen," kata dia.

Tak hanya itu, Sri Mulyani menilai bahwa dengan adanya peningkatan angka kasus Covid-19 yang kemudian berimbas pada diterapkannya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, maka APBN perlu meningkatkan dukungannya bagi program-program di bidang kesehatan dan perlindungan sosial.

Untuk pagu di bidang kesehatan, pada tahun 2021 akan mengalami kenaikan lagi yaitu mencapai Rp 193,93 triliun.

"Jadi terjadi kenaikan yang sangat tinggi di bidang kesehatan, terutama untuk membiayai diagnostik testing, tracing, untuk biaya perawatan sekarang ini 236.340 pasien, untuk insentif tenaga kesehatan, santunan kematian, dan juga pembelian berbagai obat dan APD," tutur dia.

Sri Mulyani menambahkan bahwa anggaran sebesar Rp 193 triliun juga digunakan untuk pengadaan vaksin dan iuran untuk Jaminan Kesehatan Nasional.

"Anggaran Rp 193 triliun juga dipakai untuk pengadaan 53,9 juta dosis vaksin dan bantuan untuk iuran JKN untuk 19,15 juta orang. Di dalam anggaran kesehatan ini termasuk insentif untuk perpajakan bagi sektor kesehatan," tandasnya.sinpo

Komentar: