Anggota DPR Ingatkan Perlunya Regulasi Ketat untuk Penggunaan Mata Uang Kripto
SinPo.id - Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina mengatakan penggunaan mata uang kripto harus diatur dengan regulasi yang ketat. Sehingga jangan sampai menjadi alat yang digunakan spekulan dan berdampak kepada kinerja perekonomian nasional.
"Kripto jangan sampai jadi alat investasi yang memunculkan spekulasi dan permainan untung rugi. Kripto arahkan sebagai alat transaksi, bukan alat permaianan untung rugi bisnis," kata Nevi Zuairina dalam rilis di Jakarta, Rabu (30/6).
Menurutnya, meski kripto atau mata uang kripto sudah ada sejak tahun 1998, namun hingga saat ini sistem kripto hanya segelintir orang yang mengetahui apalagi memahami. Badan Pengawas Pedagangan Berjangka (Bappebti) harus memperketat pengawasan transaksi perdagangan aset kripto serta merumuskan peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat terkait pembukaan bursa aset Kripto.
Nevi mengatakan, Bappebti merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok dalam melakukan pembinaan, pengaturan, pengembangan, dan pengawasan Perdagangan Berjangka, serta keberadaannya dijamin dalam Undang-undang No 10 Tahun 2011, tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
"Saat ini baru sekitar 0,5 persen hingga 1 persen penduduk Indonesia yang melakukan investasi trading industri ini (perdagangan berjangka komoditas), akan tetapi Pemerintah harus tetap memberikan perhatian terhadap industri ini," tutur Nevi.
Ia menilai Bappepti perlu berkomunikasi dengan banyak pihak termasuk MUI ketika akan menyusun regulasi khusus tentang kripto. Selain itu, hal ini adalah baru bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, sehingga perlu ada sosialisasi yang perlahan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Saya mengingatkan kepada pembuat regulasi, berkaitan dengan kripto ini, mesti ada aturan yang kuat melindungi rakyat. Koordinasi antarlembaga, koordinasi dengan kementerian mesti dilakukan Bappebti agar regulasi yang terbentuk benar-benar mengakar dan mudah diterapkan semua stakeholder, (pemangku kepentingan)," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melarang lembaga-lembaga keuangan di Indonesia untuk menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran maupun alat servis jasa keuangan.

