Yusril: Pemenang Pilkada 'Prematur', KPU Harus Bertanggungjawab

Laporan: Lilis
Sabtu, 08 Mei 2021 | 06:00 WIB
Yusril Ihza Mahendra (Dok. Instagram yusrilihzamhd)
Yusril Ihza Mahendra (Dok. Instagram yusrilihzamhd)

SinPo.id - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menerima 8 permohonan perselisihan hasil pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2021 di 17 daerah. 

"Panitera MK Muhidin telah menyurati Ketua KPU memberitahukan bahwa MK telah menerima 8 (delapan) permohonan perselisihan hasil pasca PSU," kata Yusril dalam keterangannya, Jumat, (7/5).
 
Bersaman dengan surat di atas, MK juga dengan resmi telah meregistrasi permohonan perselisihan PSU Kabupaten Labuhanbatu yang diajukan tanggal 29 April 2021 dengan  Registrasi Perkara Nomor 141/PHP/BHP.BUP-XIX/2021 dengan Pemohon Andi Suhaimi Dalimunthe dan Faizal Amri Siregar dengan Termohon KPU Kabupaten Labuhan Batu. Hari dan tanggal sidangnya akan segera ditetapkan MK.

Dalam surat itu, Panitera MK juga menginformasikan kepada KPU bahwa  MK "akan segera menyelenggarakan pemeriksaan permohonan sesuai ketentuan perundang-undangan".

"Dengan surat MK tersebut, maka menjadi jelas bahwa Keputusan Rekap Hasil PSU yang digabungkan dengan hasil perolehan suara yang tidak dibatalkan MK dalam Pilkada Desember 2020 yang lalu dapat dijadikan sebagai obyek sengketa di MK," katanya.

KPU di beberapa daerah, antara lain di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, telah melangkah dengan menetapkan pasangan calon pemenang dan dituangkan dalam sebuah SK. Siapa paslon pemenang bahkan telah diumumkan oleh DPRD Kabupaten Labuhanbatu. DPRD juga telah mengusulkan pelantikan paslon pemenang kepada Mendagri melalui Gubernur Sumut.

"Saya sendiri sebagai lawyer paslon Andi Suhaimi Dalimunthe dan Faisal Amri Siregar yang kalah dalam PSU Pilkada Labuhanbatu, telah mengirim surat kepada KPU Labuhanbatu agar jangan buru-buru menetapkan paslon pemenang karena kami menolak hasil PSU yang kami nilai penuh kecurangan dan telah mendaftarkan sengketa ke MK," katanya.

Ia minta agar KPU setempat menunggu sampai ada putusan MK. Namun suratnya tidak digubris KPU Labuhanbatu. Mereka adakan pleno dan menetapkan paslon pemenang pasca PSU. Tindakan KPU Labuhanbatu konon mendapat arahan KPU Pusat. Penetapan paslon pemenang didasarkan atas Keputusan KPU No 19 Tahun 2020 Pasal 54 ayat 4,5 dan 6 yang isinya kontroversial tidak sesuai dengan Putusan MK paling akhir tentang pelaksanaan PSU.

"KPU Pusat mengira Putusan MK tentang PSU yang hasilnya langsung diumumkan KPU setempat tanpa harus melapor ke MK, berarti hasil PSU adalah final tidak bisa dipersengketakan lagi. Sebab itu, KPU tidak merubah ketentuan  Pasal 54 ayat 4, 5 dan 6 PKPU No. 19 Tahun 2020 bahwa hasil PSU langsung diumumkan dan disusul dengan Penetapan Paslon pemenang," katanya.

Kini, dengan surat Panitera MK yang melaksanakan perintah Ketua M yang ditujukan kepada Ketua KPU bahwa MK akan menyidangkan kembali sengketa hasil PSU, menurutnya telah membuat KPU seperti "kecele" dan "kehilangan muka". Untuk menutupi kesalahan itu, ada baiknya KPU Pusat memerintahkan KPU di daerah yang sudah terlanjur membuat SK penetapan paslon pemenang untuk membatalkannya. 

Kalau tidak, Bawaslu di daerah-daerah, ia yakin akan mengalahkan KPU dalam perselisihan administrasi pemilihan yang dipersengketakan sehubungan dengan diterbitkannyq SK paslon pemenang. Dengan penegasan MK bahwa lembaga itu akan mengadili sengketa PSU, maka jelaslah bahwa SK penetapan paslon pemenang yang dibuat KPU di daerah menjadi prematur. 

"KPU daerah dan KPU Pusat harus bertanggungjawab dengan Surat-Surat Keputusan tentang Paslon Pemenang yang prematur itu," katanya.sinpo

Komentar: