Satgas Covid-19: Perayaan Idul Fitri di Zona Kuning dan Hijau Harus Lindungi Masyakarat dari Covid-19

Laporan: Tisa
Rabu, 05 Mei 2021 | 06:05 WIB
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito

SinPo.id, Jakarta- Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat untuk mematuhi pedoman rangkaian ibadah dan tradisi di bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah.

"Oleh karena itu di sisa beberapa hari menjelang berakhirnya Ramadhan dan masuknya ke Bulan Syawal, saya hendak mengingatkan kembali hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjamin semua orang dapat terlindungi dari penularan COVID-19 secara sempurna," ucap Wiku yang  disiarkan di kanal YouTube Sekretariat.


Pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama No. 3 dan No. 4 Tahun 2021.

Wiku menuturkan karena saat ini masih dalam masa pandemi COVID-19, ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi bagi masyarakat yang berada di daerah berstatus zona kuning dan hijau.

Sementara untuk zona merah dan zona oranye, diwajibkan penduduknya beribadah dari rumah masing-masing.


Kata Wiku, Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir potensi kerumunan, seperti menghimbau untuk berwudhu dari rumah, membawa peralatan dan alas ibadah sendiri, jumlah kehadiran jemaah diperbolehkan maksimal 50 persen dari kapasitas masjid/mushala.

Lalu, membentuk Satgas di Masjid/Mushala untuk menegakkan kedisiplinan protokol kesehatan oleh jamaah, termasuk memastikan ketersediaan fasilitas pendukung seperti tempat cuci tangan, hand sanitizer, maupun desinfeksi secara rutin.

"Jika memungkinkan memanfaatkan teknologi sebagai sarana pendukung ibadah misalnya mendengarkan khutbah via virtual meeting," tambah Wiku.

Sedangkan untuk tradisi keagamaan seperti Kegiatan Sahur/Buka Bersama, Peringatan Nuzulul Qur’an, Takbiran, dan Halal Bihalal/Silaturahmi yang melibatkan kehadiran massa, diharapkan mengkoordinasikannya kepada Satgas Daerah setempat.

"Dan durasi acara disarankan untuk dipersingkat. Akan lebih baik, dilaksanakan di luar ruangan untuk meminimalisir sirkulasi virus pada ruang tertutup dengan kewajiban diisi maksimal 50%  dari kapasitas," kata Wiku.

Kemudian untuk pesertanya, disarankan dihadiri orang terdekat saja.

Misalkan masih dalam satu keluarga atau kerabat dekat satu wilayah dengan pertimbangan lingkar interaksi dengan orang lain yang berpola sama. Menegakkan protokol kesehatan ketat termasuk menjaga jarak antar orang minimal 1 meter.

"Serta menggunakan salam yang disetujui secara budaya dan agama dengan minim kontak fisik untuk bercengkrama misalnya dengan melambai, mengangguk, atau menaruh tangan di atas bagian dada atas bagian kiri," tutur dia.

Untuk itu, dengan adanya pedoman ini selayaknya dipahami masyarakat sebagai tantangan melatih kesabaran melalui keterbatasan yang ada.

Para ulama kata Wiku telah menyatakan bahwa kegiatan ibadah yang diniatkan dengan benar, dan  dilakukan selama pandemi dengan keterbatasan jumlah, ruang, maupun waktu tidak akan mengurangi nilai ibadah.


Sebagai umat beragama, juga dimungkinkan diberikan keleluasaan menyesuaikan praktik ibadah. Khususnya dalam kondisi pandemi, mengingat dalam keadaan ini aspek keselamatan dan kesehatan menjadi hal yang harus diutamakan.

"Mari kita menjalankan yang wajib yaitu untuk saling melindungi baik diri sendiri maupun orang lain dan menunda terlebih dahulu praktik ibadah yang menimbulkan kerumunan dan dilakukan di dalam ruangan tertutup," ungkapnya.


<!--/data/user/0/com.samsung.android.app.notes/files/clipdata/clipdata_bodytext_210505_015521_650.sdocx-->sinpo

Komentar: