MK Tolak Seluruh Gugatan Formil Undang-Undang KPK

Judicial Review UU KPK

Oleh: Agam
Selasa, 04 Mei 2021 | 22:07 WIB
Gedung MK. (Rere)
Gedung MK. (Rere)

SinPo.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan uji formil serta sebagian gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK, Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara live di YouTube MK RI pada Selasa, (4/5/2021).

Ada beberapa hal yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim dalam memutus gugatan UU KPK tersebut. Salah satunya adalah soal UU KPK yang tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) DPR.

Hakim MK menilai, dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum. Kata hakim, RUU KPK sudah masuk dalam Prolegnas sejak lamam terkait lama atau tidaknya pembahasan tergantung pada UU itu sendiri.

"Terutama untuk mengharmonisasi antara RUU yang satu dengan yang lain sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan waktu dalam melakukan harmonisasi undang-undang," kata Hakim.

Hakim Mahkamah juga membantah pernyataan terkait dalil tidak dilibatkannya aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU KPK hasil revisi.

Hakim konstitusi mengatakan, berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan pembuat UU, yakni DPR, sudah melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait termasuk pimpinan KPK dalam pembahasan RUU.

Mahkamah, lanjut hakim, juga sudah melihat bahwa pimpinan KPK sudah diajak untuk terlibat dalam pembahasan.

"Menemukan fakta bahwa beberapa kali KPK menolak menghadiri pembahasan perihal revisi Undang-Undang KPK hal demikian berarti bukanlah pembentuk undang-undang, DPR dan presiden yang tidak mau melibatkan KPK, tetapi secara faktual KPK yang menolak untuk dilibatkan dalam proses pembahasan rencana revisi Undang-Undang KPK," ujar hakim.

Sementara terkait dengan adanya berbagai macam penolakan dari kalangan masyarakat terkait pengesahan RUU KPK, Mahkamah menilai itu sebagai bagian kebebasan menyatakan pendapat karena kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang menolak tetapi juga yang mendukung.

Hakim melanjutkan, terkait dalil naskah akademik fiktif juga dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum. Begitu pula terkait dalil tidak kuorumnya pengesahan RUU KPK dalam rapat paripurna, yang dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum. 

"Naskah akademik yang dijadikan bukti oleh para pemohon adalah naskah akademik yang memiliki halaman depan atau cover per-tanggal September 2019 sementara naskah akademik yang dijadikan lampiran bukti oleh DPR tidak terdapat halaman depan atau kabar dan tidak tercantum tanggal," ucap hakim.

Sedangkan, terkait Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU KPK hasil revisi, Saldi menjelaskan hal itu tidak bisa dijadikan tolok ukur terjadi pelanggaran formil. Sebab, meski tidak ditandatangani presiden, UU KPK tetap berlaku dengan sendirinya apabila dalam waktu 30 hari tidak ditandatangani.

Sebagai informasi, Tim Advokasi UU KPK ini terdiri atas mantan pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang dkk.sinpo

Komentar: