Digugat MAKI, KPK: Tidak Mudah Terbitkan SP3 BLBI

Laporan: Rere
Senin, 03 Mei 2021 | 11:53 WIB
Gedung KPK.(Rere)
Gedung KPK.(Rere)

SinPo.id, Jakarta - Gugatan pra peradilan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) perihal penerbitan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah sampai ke telinga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri mengatakan, KPK sangat menghargai upaya praperadilan yang diajukan oleh MAKI.

KPK berharap, ada terobosan hukum baru dari upaya pra peradilan yang diajukan oleh MAKI ini. Karena dari awal pun, KPK meyakini perkara BLBI BDNI ini sudah cukup bukti dan faktanya memang dakwaan jaksa KPK terbukti menurut hukum pada tingkat PN dan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta.

"Maka dari itu, kita ikuti proses pra peradilan dimaksud," ujar Ali dalam keterangannya di Jakarta, Senin, (3/5/2021).

Kata Ali, KPK tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik sesuai aturan hukum yang berlaku dalam penuntasan agenda pemberantasan korupsi.

"Walaupun sudah diatur dalam UU, KPK tidak mudah dalam memutuskan penghentian penyidikan dan kami berharap polemik mengenai hal ini dihentikan," ujarnya.

Saat ini, kata Ali, KPK fokus melanjutkan penyelesaian perkara pada tahap penyidikan perkara yang lain termasuk tentu beberapa perkara yang telah dibuktikan di persidangan. Saat ini, KPK juga sedang melakukan penyidikan pengembangan maupun terhadap perkara yang para tersangkanya masih berstatus DPO. 

"Terkait perkara BLBI BDNI, KPK sudah maksimal berikhtiar dalam upaya penyelesaian perkara BLBI sampai kemudian dalam sejarah KPK berdiri pun, kami pertama kali lakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke MA sekalipun beberapa bulan kemudian juga kembali ditolak MA," terang Ali.

Dalam perkara BLBI BDNI, opsi yang diambil KPK dalam SP3 ini adalah karena alasan bukan tindak pidana oleh karena adanya putusan akhir dari MA sehingga syarat unsur adanya perbuatan pidana penyelenggara negara tidak terpenuhi berdasarkan putusan akhir MA tersebut.

Sedangkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama- sama dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku penyelenggara negara. 

"Singkatnya, SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung), SN (Sjamsul Nursalim) dan ISN (Itjih Nursalim) dalam perkara ini masih dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama, yang membedakan hanya  pada peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut," jelas Ali.

Lebih jauh Ali menjelaskan, karena sudah ada putusan MA yang menyatakan peristiwa dan rangkaian perbuatannya sebagai materi penyidikan tersebutnbukan tindak pidana, sehingga tentu tidak dapat dipaksakan untuk dilanjutkan dan dibawa ke peradilan pidana. 

"Kami tegaskan perkara SN dan ISN ini bukan karena tidak selesai penyidikan dan tidak cukup bukti atau karena tersangkanya DPO yang tidak bisa ditemukan," tegas Ali.

Adapun terkait peluang gugatan perdata sebagaimana ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Tipikor, tentu berdasarkan Undang-Undang, KPK tidak memiliki kewenangan dan legal standing sebagai penggugat melalui jalur perdata. 

"Namun demikian KPK dukung dan akan support data yang kami miliki terkait upaya yang akan dilakukan oleh Satgas BLBI," pungkas Ali.

Pada Jumat, (30/4/2021), MAKI mendaftarkan gugatan penerbitan SP3 KPK atas kasus BLBI ke PN Jaksel.

Boyamin membeberkan alasanya untuk mengajukan praperadilan. Pertama, kata Boyamin, KPK mendalilkan SP3 dengan alasan bebasnya Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) dari perkara BLBI, sehingga menjadikan KPK kehilangan pihak penyelenggara negara.

Menurut Boyamin, alasan tersebut tidak dapat dibenarkan. Sebab, dalam surat dakwaan Syafruddin Arsyad Temenngung dengan jelas disebutkan bahwa mereka didakwa bersama-sama dengan Dorojatun Koentjoro Jakti.

Sehingga, meskipun Syafruddin Arsyad Temenggung telah bebas namun masih terdapat penyelenggara negara, yaitu Dorojatun Koentjoro-Jakti.
 
Alasan yang kedua, putusan bebas Syafruddin dianggapnya tidak bisa menjadi dasar SP3. Karena, NKRI kata Boyamin, menganut sistem hukum pidana kontinental warisan Belanda, yaitu tidak berlakunya sistem jurisprodensi yang artinya putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain.

Alasan ketiga, MAKI pada 2008 juga pernah memenangkan praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung atas perkara yang sama, yaitu dugaan korupsi BLBI BDNI.
 
Di mana, dalam putusan praperadilan tersebut berbunyi pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi.

"Pertimbangan hakim praperadilan 2008 tersebut akan dijadikan dasar praperadilan yang akan diajukan MAKI," terang Boyamin.

Dengan demikian, kata Boyamin, KPK seharusnya tetap mengajukan Sjamsul dan istrinya ke Pengadilan Tipikor dengan sistem in absentia atau sidang tanpa hadirnya terdakwa.

"Karena senyatanya selama ini SN dan ISN kabur dan KPK pernah menyematkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kedua tersangka tersebut. MAKI merasa keadilan masyarakat tercederai dikarenakan SP3 diberikan kepada orang yang kabur dan buron," kata Boyamin.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI