Di IAIN Samarinda, Ketua DPD RI Sampaikan Sejumlah Catatan untuk Ibu Kota Baru
sinpo - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan sejumlah catatan untuk pembangunan ibu kota negara yang baru. Di antaranya, harus mencerminkan identitas dan karakter bangsa.
Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat tampil sebagai pembicara kunci dalam Seminar Nasional di IAIN Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (5/4/2021).
Seminar dengan tema Wawasan Kebangsaan dan Pembangunan Daerah Menyambut Ibu Kota Negara (IKN), diikuti sejumlah senator, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, M. Basuki Hadimoeljono (hadir virtual), utusan Gubernur Kalimantan Timur, utusan Bupati Penajam Paser Utara, Rektor IAIN Samarinda Prof. Muhammad Ilyasin, serta staf ahli Bappenas Dr. Son Diamar.
Dikatakan LaNyalla, dirinya memiliki beberapa catatan terkait pembangunan ibu kota negara baru yang rencananya akan dibangun di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim.
"Yang paling mendasar dan harus menjadi kerangka berpikir kita semua dalam menyusun dan merencanakan pembangunan Ibu Kota Negara ini adalah identitas dan karakter bangsa Indonesia, yang wajib tercermin dalam Ibu Kota Negara ini," tutur Senator asal Jawa Timur itu.
Menurutnya, sejumlah negara telah memperkuat karakter itu. Ia mencontohkan perbedaan di Kota Beijing, ibu kota Tiongkok, dengan Kota Shanghai, atau kota-kota yang menjadi pusat bisnis dan industri di Tiongkok.
"Itulah pentingnya mengapa identitas dan karakter bangsa Indonesia harus benar-benar tampak melalui konsep pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur ini. Ini harus menjadi perhatian kita bersama. Jangan sampai Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur ini nantinya hanya memindahkan Jakarta ke Kalimantan Timur," jelasnya.
Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu menambahkan, hal lain yang menjadi catatan adalah isu-isu global yang akan menjadi kesepakatan penduduk dunia.
"Terutama menyangkut isu lingkungan. Kita mengenal istilah Konstruksi Hijau. Yaitu konsep pembangunan dengan pola konstruksi, yang dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi yang ramah lingkungan. Efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya, serta berbiaya rendah," jelasnya.
Selain itu, sambung LaNyalla, paradigma pembangunan kota baru yang berkembang pada abad ini adalah Kota Moderen dan Kota Berkelanjutan. Keduanya dapat memiliki makna yang saling melengkapi.
"Karakteristik modern city dan sustainable city ditandai dengan adanya masyarakat modern di suatu kota yang memiliki tujuan masa depan, dan berpikir jauh ke depan. Sehingga kota tersebut terus melakukan upaya inovatif melalui pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan sosial," ujarnya.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu mengatakan, yang tidak kalah penting adalah perspektif keamanan. Karena sebuah Ibu Kota Negara harus mempertimbangkan corak sosial serta budaya masyarakat penduduk calon Ibu Kota baru.
"Sehingga tidak memiliki resistensi serta potensi konflik terhadap dinamika perpindahan Ibu Kota. Indikator yang terkait dalam perspektif keamanan adalah indeks demokrasi Indonesia, indeks kerukunan beragama, dan indeks pembangunan manusia," jelasnya.
Sedangkan dalam perspektif pertahanan, LaNyalla mengatakan sebuah Ibu Kota Negara harus mempertimbangkan posisi geografis dan infrastruktur pertahanan Ibu Kota baru, sehingga tidak rentan dari serangan eksternal maupun bencana alam.
Ditambahkannya, indikator untuk mengukur dalam perspektif pertahanan adalah indeks kerawanan bencana, indeks kekuatan militer global, dan indeks keamanan cyber global.
"Poin-poin tersebut harus sejalan juga dengan Visi Indonesia 2045. Sehingga pembangunan dan penataan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur ini dapat berjalan sesuai harapan dan membawa manfaat besar bagi bangsa Indonesia," harapnya.
LaNyalla mengatakan, DPD RI secara berkelanjutan akan terus memantau perkembangan pembangunan Ibu Kota Negara baru ini melalui mekanisme pengawasan yang berlaku.
Turut mendampingi LaNyalla, sejumlah di antaranya Aji Mirni Mawarni, M. Idris, Zainal Arifin, Bustami Zainuddin, Djafar Al Katiri, Asyera Wundalero, Wa Ode Rabia, Jiyalika Maharani, Amaliah, Cherish Harriette dan Adilla Aziz, serta mantan Senator Kaltim Awang Ferdian.