Tes Cepat Antigen Resmi Digunakan untuk Penyelidikan Epidemiologi

Laporan: Tisa
Kamis, 11 Februari 2021 | 11:28 WIB
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan COVID-19 (Foto: Humas Setkab)
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan COVID-19 (Foto: Humas Setkab)

sinpo, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menetapkan penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen, sebagai salah satu metode dalam pelacakan kontak, penegakan diagnosis, dan skrining COVID-19 dalam kondisi tertentu. 

Hal ini dilakukan, dalam rangka peningkatan upaya testing dan tracing sebagai bagian proses penyelidikan epidemiologi dan pelacakan kontak untuk memutus mata rantai penularan COVID-19.

Jubir vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan COVID-19.

Ia menerangka, rapid test antigen ini akan disediakan di puskesmas-puskesmas dan pengadaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

"Rapid test antigen ini digunakan hanya untuk kepentingan penelusuran kontak" kata Nadia melalui keterangan pers virtual. Rabu (10/02/2021). 

Rapid test antigen yang disediakan Pemerintah secara gratis kepada masyarakat melalui Puskesmas, lanjutnya, hanya dapat dipergunakan untuk keperluan pelacakan epidemiologi.

Adapun penggunaan RDT Antigen sebagai syarat perjalanan orang di dalam negeri mengacu pada Surat Edaran yang dikeluarkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, yang artinya secara mandiri.

”Ini (rapid test antigen) digunakan untuk kepentingan epidemiologi, jadi untuk mendiagnosis,” ungkap Jubir Vaksinasi COVID-19.

Ia menjelaskan, hasil dari pemeriksaan RDT Antigen akan dicatat dan dilaporkan sebagai kasus terkonfirmasi positif sama seperti hasil tes PCR. 

Namun dalam sistem pelaporannya dilakukan pemisahan mana yang berasal dari pemeriksaan RDT antigen dan mana yang berasal dari RT PCR. Penggunaan rapid test antigen harus tetap memperhatikan sejumlah kriteria.

"Di antaranya pemilihan, penggunaan, fasilitas pemeriksaan dan petugas pemeriksa, pencatatan dan pelaporan, penjaminan mutu pemeriksaan, hingga pengelolaan limbah pemeriksaan,” ucapnya.

Terkait dengan kriteria penggunaan, tambah Nadia, misalnya pemeriksaan menggunakan rapid test antigen hanya dapat dilakukan saat fase akut, atau dalam waktu tujuh hari pertama sejak muncul gejala. Hal ini untuk meningkatkan performa tes.

Dalam upaya pelacakan kasus, Kemenkes bekerjasama dengan TNI dan Polri melakukan tracing hingga ke seluruh desa, kabupaten/kota, dan RT serta RW di tujuh provinsi di Jawa dan Bali yang melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. 

Sebelum diterjunkan ke wilayah kerjanya masing-masing para Babinsa, Babinpotmar, dan Babinpot Dirga akan diberi pelatihan menjadi tracer COVID-19.

Pemeriksaan dengan rapid test antigen ada kemungkinan akan meningkatkan jumlah kasus. Namun demikian ia mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak panik. 

"Jauh lebih baik mengetahui data yang sesungguhnya, sehingga strategi penanganan yang tepat dapat dilakukan," ungkapnya.

Sejumlah langkah-langkah juga telah Pemerintah siapkan, meliputi meningkatkan kapasitas rumah sakit, serta menambah jam layanan.

"Kemudian kesiapan obat-obatan dan alat kesehatan di rumah sakit terus dipantau, dan menambah jumlah tenaga kesehatan dan vaksinator," pungkas Nadia. sinpo

Komentar: