Menindak Penyebab Bencana
“Kita harus jaga lingkungan kita, alam kita harus kita jaga. Kita tidak boleh tebang pohon sembarangan,” ucap Prabowo menegaskan.
SinPo.id - Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan menindak para pembalak liar yang selama ini menjadi menyebabkan bencana banjir bandang dan tanah longsor. Pernyataan presiden itu disampaikan sebagai respon terhadap bencana banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
"Justru saya mau tertibkan semua itu (pembalakan liar). Sudah mulai kita tertibkan," ujar Prabowo usai meninjau pengungsian di MAN 1 Langkat, Sabtu, 13 Desember 2025.
Pernyataan presiden sebelumnya juga ditegaskan saat mengunjungi posko pengungsian Jembatan Aceh Tamiang. Prabowo juga meminta pemerintah daerah meningkatkan kewaspadaan serta memperketat pengawasan terhadap aktivitas ilegal yang berpotensi merusak lingkungan dan ekosistem.
“Kita harus jaga lingkungan kita, alam kita harus kita jaga. Kita tidak boleh tebang pohon sembarangan,” ucap Prabowo menegaskan.
Dalam kesepatan yang sama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan, tim gabungan sudah mengantongi calon tersangka dalam kasus dugaan pembalakan liar di Tapanuli, Sumatra Utara yang ia sebut menyebabkan banjir dan tanah longsor.
"Kita bentuk Satgas di Tapanuli kemarin. Tersangka juga sudah kita temukan (kantongi)," kata Sigit.
Meski Sigit tak merinci sosok tersangka, apakah perorangan atau perusahaan. Namun ia mengatakan tim masih terus menyelidiki. "Tim semua masih bekerja dan segera di publis sehingga masyarakat bisa dapatkan informasi," ujar Sigit menambahkan.
Tercatat Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri menaikkan status kasus kayu gelondongan di daerah aliran sungai (DAS) Garoga, Tapanuli Selatan ke tahap penyidikan. Dasar penyidikan ditemukan dua alat bukti adanya peristiwa pidana kerusakan lingkungan hidup yang menyebabkan bencana banjir. Sedangkan di lokasi bencana ditemukan gelondongan kayu yang hanyut terbawa banjir bandang di berbagai daerah Sumatra Utara, termasuk di pantai Air Tawar, Padang, Sumatra Barat, Jumat, 28 November 2025.
Menindak Pelaku, Memusnahkan Sawit
Langkah tegas menindak pembalak hutan juga dilakukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) yang memperkuat penyidikan terhadap sejumlah pemegang hak atas tanah (PHAT) di Sumatra Utara.
"Penegakan hukum dilakukan sesuai kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, Senin, 15 Desember 2025.
Para pemegang hak atas tanah diduga terlibat tindak pidana kehutanan. Sedangkan pengembangan perkara sebagai komitmen Ditjen Gakkum menegakkan hukum kehutanan secara menyeluruh.
“Tak hanya menindak pelaku di lapangan, tetapi membongkar skema kejahatan yang memungkinkan hasil hutan ilegal masuk ke dalam sistem perdagangan resmi,” ujar Dwi menambahkan.
Menurut Dwi, tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Gakkum Kehutanan terus mengumpulkan alat bukti, keterangan saksi, serta berkoordinasi dengan para ahli dan aparat penegak hukum lainnya. “Termasuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), guna memperkuat berkas penyidikan,”katanya.
Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan, Yazid Nurhuda mengatakan, penyidikan awal telah dilakukan terhadap satu subjek hukum PHAT berinisial JAM yang diduga melakukan pemanenan hasil hutan tanpa izin.
“Perbuatan tersebut berpotensi dikenakan sanksi pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp3,5 miliar sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” ujar Yazid.
Pengembangan penyidikan juga menjangkau dua PHAT lainnya berinisial M dan AR. M diduga menerima kayu bulat ilegal dari kegiatan pemanenan tanpa izin, sementara terduga AR terindikasi melakukan penebangan di luar areal PHAT-nya.
"Analisis citra satelit menunjukkan adanya aktivitas penebangan di wilayah hulu Sungai Batangtoru seluas sekitar 33,04 hektare," kata Yazid.
Menurut Yazid, terduga AR juga disinyalir melakukan pencucian kayu atau timber laundering dengan mencampur kayu ilegal dari luar areal PHAT dengan kayu dari dalam areal berizin agar dapat masuk ke pasar resmi.
"Modus timber laundering ini menjadi fokus utama pengembangan penyidikan kami," kata Yazid menegaskan.
Temuan itu sebagai indikasi kuat terjadinya tindak pidana pemanenan atau pemungutan hasil hutan tanpa izin yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Sedangkan temuan PPNS Ditjen Gakkum Kehutanan menyebut subyek hukum PHAT berinisial JAM diduga sebagai pelaku pemanenan atau pemungutan hasil hutan tanpa izin yang sah. Hasil pendalaman dan pengembangan penyidikan terhadap JAM telah membuka jalan mengungkap jejaring pelaku yang lebih luas dan modus operandi kejahatannya.
Selain JAM, penyidik sedang mengembangkan penyidikan terhadap dua PHAT lainnya yaitu terduga M dan AR. Peran Terduga M masih terkait dengan penyidikan terhadap JAM. Disinyalir M yang juga sebagai pemilik PHAT MN turut berperan sebagai pengurus yang menerima kayu bulat illegal dari PHAT milik JAM.
Untuk terduga AR terindikasi kuat melakukan kegiatan pemanenan atau pemungutan hasil hutan tanpa izin di luar PHATnya. Hal ini berdasarkan hasil analisis citra Sentinel-2 L2A tanggal 5 Agustus 2025 menunjukkan adanya penebangan pohon di luar peta areal PHAT AR pada hulu Sungai Batangtoru seluas lebih kurang 33,04 hektare.
Tercatat dari luas areal PHAT AR lebih kurang 45,2 hektar yang terbuka hanya sekitar lebih kurang 5 Hektare. Selain itu Terduga AR disinyalir mencampur dan pengangkutan kayu ilegal yang ditebang dari luar areal PHAT dan kayu dari dalam areal PHAT masuk ke pasar resmi.
“Modus Pencucian Kayu (timber laundering) ini menjadi fokus utama kami." ujar Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan, Yazid Nurhuda.
Tak hanya menindak, tercatat Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera bersama Balai Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), TNI, Polri, dan Pemda menggelar operasi gabungan menertibkan perambahan hutan. Operasi berlangsung selama tujuh hari sejak tanggal 4 hingga 10 Desember 2025, berhasil mengeksekusi dan memusnahkan tanaman kelapa sawit ilegal seluas lebih kurang 98,8 hektare berada di dalam kawasan konservasi.
Lokasi penertiban dipusatkan di Resor Sungai Rambut SPTN Wilayah I, yang secara administratif terletak di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kawasan ini diketahui telah mengalami perambahan masif dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dalam dua tahun terakhir.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto mengapresiasi atas sinergi yang terjalin. “Penanganan kasus ini merupakan wujud nyata kolaborasi antara Gakkum Kehutanan dan Balai Taman Nasional Berbak Sembilang dalam menjaga integritas kawasan hutan di Provinsi Jambi,” ujar Hari.
Ia mengaku telah memerintahkan Penyidik Gakkum terus mengembangkan kasus itu secara intensif, guna mengejar pihak lain termasuk pemodal yang terlibat dalam aktivitas jual beli lahan kawasan hutan dan perambahan di TNBS.
Sebelumnya penyidik Gakkum Kehutanan juga telah memproses hukum dua orang tersangka terkait aktivitas ilegal di lokasi tersebut. “Saat ini kasusnya masih dalam tahap penyidikan” ujar Hari menegaskan.
Komandan Brigade Mako Jambi, Beth Venri mengatakan, pemusnahan secara terukur menggunakan chainsaw, parang, dodos, serta aplikasi bahan pengering tanaman untuk mematikan sawit ilegal yang rata-rata berusia satu hingga dua tahun.
“Langkah tegas ini merupakan pesan serius bahwa negara tidak akan membiarkan perusakan ekosistem rawa gambut terus terjadi demi keuntungan sepihak,” ujar Beth.
Taman Nasional Berbak merupakan salah satu kawasan rawa gambut terpenting di Sumatera dan menjadi habitat vital bagi beragam satwa liar dilindungi. Perambahan dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit ilegal tidak hanya merusak struktur ekosistem. “Tetapi juga meningkatkan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sulit dikendalikan di lahan gambut,” kata Beth menjelaskan.
Penegakkan hukum ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang melarang keras penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Ancaman pidana bagi pelaku perambahan hutan adalah penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp 7,5 miliar. Selain itu, kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan juga melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Korban Akibat Penggundulan Hutan
Pembalakan hutan menimbulkan bencana di Sumatra masih menyisakan penderitaan masyarakat dengan korban jiwa semakin banyak. Catatan operasi pencarian korban badan nasional penanggulangan bencana (BNPB) menyebutkan total korban meninggal akibat bencana banjir dan longsor di tiga provinsi, Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat, mencapai 1.016 jiwa.
Pos Pendamping Nasionnal atau Pospenas yang dipimpin oleh BNPB mencatat korban meninggal tertinggi terjadi di Provinsi Aceh dengan jumlah 424 jiwa, Sedangkan Sumatra Utara mencapai 349 jiwa dan Sumatra Barat 243 jiwa. Dalam seminggu terakhir 8 hingga 13 Desemeber, korban meninggal dunia bertambah 66 jiwa, dengan rincian Provinsi Aceh 33 jiwa, Sumatra Utara 19 jiwa dan Sumatra Barat 14 jiwa.
“Sedangkan total jumlah korban hilang mencapai 212 jiwa dengan rincian di wilayah Aceh 32 jiwa, Sumatra Utara 90 jiwa dan Sumatra Barat 90 jiwa,” tulis laporan BNPB
BNPB menyebut pencatatan korban hilang tidak mesti dari data yang ditemukan di lapangan, namun data penambahan identifikasi dari korban yang sebelumnya tidak ditemukan yang dikonfirmasi.
Selain itu Pemerintah kabupaten dengan basis kecamatan sudah mengidentifikasi by name by address. Meskipun setiap hari masih terdapat penambahan jumlah korban meninggal dunia, di beberapa kabupaten-kota hasil verifikasi dari identifikasi korban by name by address mempengaruhi jumlah korban meninggal.
Operasi pencarian di bawah Basarnas memfokuskan beberapa sektor di setiap wilayah. Di Provinsi Aceh, pencarian masih berlangsung di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Bireuen. Sedangkan di wilayah Sumatra Utara, pencarian terbagi ke dalam lima sektor yang ada di tiga wilayah kabupaten dan kota. Operasi pencarian di Tapanuli Selatan dipersempit di wilayah Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru. Di Tapanuli Selatan, pencarian difokuskan pada dua sektor, yaitu di Kecamatan Sukabangun dan Aloban Bair, dan Kota Sibolga di Pancuran Gerobak, Kecamatan Sibolga Kota.
Operasi pencarian di Provinsi Sumatra Barat tertuju pada lima sektor yaitu di Kecamatan Malalak dan Palembayan, Kabupaten Agam. Masing-masing satu sektor di aliran Sungai Batang Anai, yang berada di wilayah Kota Padang, Padang Pariaman dan Tanah Datar. Catatan lain disampaikan BNPB menyebutkan pengungsi akibat Banjir bandang dan longsor mencapai 624.670 jiwa. (*)

