Komisi X DPR Minta Kritik dan Penolakan Buku Sejarah RI Versi Baru Dihormati

Laporan: Juven Martua Sitompul
Senin, 15 Desember 2025 | 14:27 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani. Istimewa
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani. Istimewa

SinPo.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menilai kritik hingga penolakan terhadap buku sejarah Indonesia yang baru diluncurkan oleh Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) dengan memperkaya narasi sejarah harus dihormati pemerintah.

"Apakah buku ini akan didorong menjadi bahan ajar wajib, perlu uji publik, dan penilaian dari para ahli pendidikan," kata Lalu kepada wartawan, Jakarta, Senin, 15 Desember 2025.

Legislator dari Fraksi PKB itu mengatakan paling penting dari penyusunan sejarah ini ialah materi harus mendidik, berimbang, dan memperkuat nalar kritis siswa.

Lebih lanjut, Lalu menilai jika nantinya masih muncul penolakan dari publik terkait buku tersebut maka harus dihormati. Sebab, sejarah memang terdapat unsur sensivitas publik.

"Karena sejarah menyangkut ingatan kolektif dan sensitivitas publik, tentu masukan, kritik, bahkan penolakan dari masyarakat harus dihormati dan dijadikan bahan evaluasi," ujarnya.

Menbud Fadli Zon sebelumnya merilis buku 'Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global'. Buku tersebut terdiri dari sepuluh jilid buku sejarah yang mencakup perjalanan panjang Indonesia, mulai dari akar peradaban Nusantara, interaksi global, masa kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga era reformasi dan konsolidasi demokrasi sampai 2024.

Peresmian buku berlangsung di gedung Kemendikdasmen, Jakarta, Minggu, 14 Desember 2025. Peresmian buku ditandai dengan meletakan puzzle berbentuk pulau-pulau Indonesia yang melambangkan unsur-unsur yang ada dalam buku sejarah Indonesia.

Dalam sambutannya, Fadli Zon menyampaikan buku tersebut dibuat oleh para ahli sejarah. Terdapat 123 penulis dari 34 perguruan tinggi se-Indonesia.

"Jadi ini bukan ditulis oleh saya, oleh Pak Restu, atau oleh orang Kementerian Kebudayaan. Kita memfasilitasi para sejarawan untuk menulis sejarah. Kalau sejarawan tidak menulis sejarah, lantas bagaimana kita merawat memori kolektif bangsa kita?" kata Fadli Zon.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI