Pramono Nilai Konflik Mata Elang Berpotensi Jadi Beban Sosial Jakarta
SinPo.id - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menilai praktik premanisme berkedok penagihan utang, atau yang dikenal sebagai mata elang, berpotensi menimbulkan dampak sosial luas apabila tidak segera ditangani. Penilaian itu disampaikan menyusul konflik yang terjadi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Desember 2025.
Menurut Pramono, persoalan yang semula tampak sepele dapat berkembang menjadi kekerasan dan memicu keresahan di tengah masyarakat. Karena itu, dia menegaskan pentingnya penegakan hukum secara tegas dan terukur.
“Awalnya memang kelihatannya kecil, ada mata elang yang menagih kepada kelompok tertentu, kemudian terjadi kekerasan dan saling balas-membalas,” kata Pramono, Sabtu, 13 Desember 2025.
Dia menyebut konflik tersebut berpotensi menjadi beban bagi pemerintah daerah jika dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kata dia, telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk memastikan penanganan perkara berjalan sesuai aturan.
“Saya sudah berkoordinasi dengan aparat kepolisian, dan saya sudah meminta untuk ditegakkan hukum,” ungkapnya.
Pramono menegaskan Jakarta harus menjadi ruang yang aman bagi seluruh warga, baik dalam aktivitas sosial maupun ekonomi. Ia menyatakan tidak ingin praktik serupa kembali terulang di ibu kota.
“Saya tidak mau kejadian seperti ini terulang kembali di Jakarta,” ujar Pramono.
Untuk itu, Pramono memberikan kewenangan penuh kepada aparat penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dia menilai penyelesaian harus dilakukan secara profesional agar tidak memicu konflik lanjutan.
“Ini menjadi tugas aparat, biarkan mereka menyelesaikan terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutur dia.
Selain mengandalkan aparat penegak hukum, dia juga mengajak masyarakat berperan aktif menjaga ketertiban lingkungan.
"Warga diminta segera melapor jika menemukan praktik premanisme atau tindakan yang melanggar hukum di sekitarnya," tandasnya.
