Asosiasi Hotel-Pedagang Pasar Minta Penundaan Raperda KTR di Jakarta
SinPo.id - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta memicu reaksi keras dari pelaku industri pariwisata hingga pedagang pasar.
Pasal-pasal yang mengatur zonasi dan pelarangan terhadap produk tembakau secara menyeluruh dinilai akan menghambat dukungan pertumbuhan ekonomi dari sektor perhotelan serta menggerus pendapatan pelaku usaha kecil pada sejumlah pasar di ibu kota.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penyusunan regulasi tersebut.
Menurutnya, industri perhotelan dan restoran di Jakarta saat ini sedang tidak dalam kondisi baik. Okupansi hotel belum sepenuhnya pulih ke angka sebelum pandemi, sementara beban biaya terus merangkak naik.
"Bagi industri hotel, kondisi saat ini memang masih cukup berat. Banyak hotel masih tertatih-tatih karena beberapa hal: okupansi belum kembali stabil, biaya operasional seperti listrik dan tenaga kerja terus naik, sementara daya beli masyarakat masih lemah," ujarnya.
Menurut Iwantono, pelaku industri perhotelan dan restoran tidak anti terhadap regulasi tersebut. Dia hanya meminta agar wacana kebijakan itu didiskusikan dengan membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi berbagai pihak yang terdampak.
Dengan begitu, dia berharap nantinya peraturan itu dapat berjalan efektif dan tidak mematikan lini usaha yang justru telah menyerap banyak tenaga kerja.
"Karena itu, kami bukan sedang menolak atau melawan kebijakan pemerintah. Yang kami minta hanyalah agar kondisi riil di lapangan juga didengar. Pelaku usaha berharap ada ruang dialog supaya kebijakan yang dibuat tidak malah membebani industri yang sedang berusaha bangkit," tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburohman mengeluhkan efek ganda akibat dari pelarangan penjualan hingga perluasan pelarangan pemajangan dan iklan rokok.
Para pedagang akan kehilangan omzet dari penjualan barang dan pemasukan pasif dari iklan yang banyak membantu perekonomian mereka.
Lebih lanjut, dia pun menyoroti aturan zonasi larangan penjualan rokok dengan radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Kebijakan ini jika diterapkan maka akan sulit diimplementasikan di area Jakarta yang padat penduduk.
"Aturan tersebut dapat berdampak negatif kepada anggota kami karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terutama pada pasar, kios, serta toko kelontong yang sudah lebih dulu dulu ada dan berdekatan dengan sekolah,” papar dia.
Jika DPRD DKI Jakarta terus mendorong Raperda KTR, Mujiburohman mengaku khawatir akan pendapatan pedagang yang tergerus.
Dia mengaku penurunan bisa mencapai 30 persen dari pendapatan harian yang diperoleh oleh pedagang. Dia berharap pembahasan Raperda KTR dapat dihentikan oleh DPRD, guna mempertimbangkan kondisi perekonomian rakyat kecil saat ini.
