Kemenhut Panggil 12 Perusahaan dan Individu Diduga Dalang Bencana Sumatra

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 07 Desember 2025 | 19:26 WIB
Penyegelan lokasi indikasi aktivitas ilegal (SinPo.id/ Dok. Kemenhut)
Penyegelan lokasi indikasi aktivitas ilegal (SinPo.id/ Dok. Kemenhut)

SinPo.id - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah melakukan identifikasi awal terhadap 12 subjek hukum, yang akan dipanggil, baik berbentuk korporasi maupun perorangan diduga memiliki keterkaitan dengan gangguan tutupan hutan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.

Hasil analisis awal yang diperkuat verifikasi lapangan, menunjukkan bahwa selain curah hujan ekstrem, terdapat indikasi kerusakan lingkungan di hulu, diduga memperparah dampak bencana di hilir. 

"Kami melihat pola yang jelas, di mana ada kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal, disitu potensi bencana di hilir meningkat drastis," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dalam keterangannya, Minggu, 7 Desember 2025. 

Dwi menjelaskan, kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS diduga menurunkan kemampuan tanah menyerap air. Sehingga, hujan ekstrem lebih cepat berubah menjadi aliran permukaan (run-off) yang kuat, memicu banjir dan longsor. 

Material kayu yang terbawa arus menunjukkan dugaan adanya aktivitas pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan.

 "Aktivitas di PHAT (Pemilik Hak Atas Tanah) yang seharusnya legal, terindikasi disalahgunakan menjadi kedok untuk pembalakan liar yang merambah ke kawasan hutan negara di sekitarnya. Ini adalah kejahatan luar biasa yang mengorbankan keselamatan rakyat,” ujarnya. 

Sebagai respons cepat, Ditjen Gakkum Kehutanan membentuk Tim Gabungan untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terkait dugaan aktivitas yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 

Kondisi medan sulit, cuaca ekstrem, serta terbatasnya akses logistik menjadi tantangan utama. Namun seluruh tim tetap melanjutkan verifikasi lapangan secara simultan. 

Sejak 4 Desember 2025, lanjut Dwi, tim telah melakukan pemasangan papan larangan (papan informasi) pada lima lokasi yang terindikasi, yaitu dua titik pada area konsesi PT TPL, dan tiga titik pada lokasi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama JAM, AR, dan DP. 

Di saat bersamaan, Tim PPNS Balai Gakkum Sumatra saat ini juga sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana kehutanan pada salah satu subjek hukum, yaitu pemilik PHAT atas nama JAM, setelah ditemukannya empat truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah (SKSHH-KB).

Terhadap kasus ini, PPNS mengenakan ketentuan Pasal 83 ayat (1) huruf b jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp 2,5 miliar. Sejalan dengan tindakan di lapangan, pemanggilan terhadap seluruh 12 subjek hukum dijadwalkan pada Selasa, 9 Desember 2025 untuk pendalaman lebih lanjut.

Tim di lapangan juga telah melakukan penyegelan lokasi-lokasi yang terindikasi melakukan aktivitas ilegal. Langkah ini adalah bagian dari upaya komprehensif: verifikasi fakta, pengamanan tempat, serta penyiapan bukti untuk proses penegakan hukum yang adil dan transparan. 

"Kami juga akan berkoordinasi erat dengan instansi terkait untuk memastikan adanya upaya restorasi hulu DAS dan perlindungan bagi komunitas terdampak," tegasnya. 

Selain pidana kehutanan, Ditjen Gakkum juga tengah mengkaji penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menelusuri dan menyita aset hasil kejahatan kehutanan, serta gugatan perdata berdasarkan Pasal 72 jo. 76 UU Kehutanan untuk memulihkan fungsi ekosistem hutan.

Kemenhut akan menginstruksikan langkah-langkah teknis pemulihan hulu DAS bekerja sama dengan Ditjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), pemerintah daerah, dan masyarakat setempat. Program ini mencakup rehabilitasi vegetasi, penanganan pengendalian erosi, serta penataan kembali alur sungai yang tersumbat material.

Kemenhut berkomitmen untuk bekerja secara profesional, transparan, dan terpadu dengan semua pemangku kepentingan demi mengungkap akar penyebab kerusakan hulu dan memulihkan fungsi hidrologis DAS. 

Penindakan terhadap pelanggaran kehutanan yang berkontribusi pada bencana bukan sekadar tindakan administratif, melainkan upaya perlindungan terhadap keselamatan publik dan ketahanan ekologis bangsa.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI