Isu 'Mahkota' Borobudur Menghangat: Pemerintah Gelar FGD Chattra

Laporan: Tim Redaksi
Kamis, 04 Desember 2025 | 03:25 WIB
Kementerian Kebudayaan
Kementerian Kebudayaan

SinPo.id -  Rencana pemasangan kembali chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur kembali menjadi fokus perhatian nasional. Kementerian Kebudayaan RI menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) bersama arkeolog, tokoh agama Buddha, akademisi, pakar pelestarian, pemerintah daerah, pengelola kawasan, serta perwakilan UNESCO dan ICOMOS. Pertemuan berlangsung di Gedung Kementerian Kebudayaan, guna menghimpun pandangan komprehensif sebelum keputusan final diambil.

Candi Borobudur, mahakarya Buddha Mahayana abad ke-8 peninggalan Dinasti Syailendra, telah mengalami dua pemugaran besar: oleh Van Erp (1907–1911) dan pemugaran bersama Pemerintah Indonesia–UNESCO (1973–1983). Dalam pemugaran pertama, chattra sempat dipasang namun kembali diturunkan karena keasliannya belum terverifikasi secara ilmiah. Sejak 2008, isu pemasangan ulang terus berkembang dan memunculkan diskursus tentang aspek historis, spiritual, teknis, hingga potensi pengaruh terhadap status Warisan Dunia UNESCO.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa wacana ini bukan isu baru yang muncul tiba-tiba.

“Diskusi perihal pemasangan chattra ini bukan sesuatu yang baru, namun sudah ada sejak 1850. Karena itu, fokus FGD ini adalah mendengar aspirasi seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dan pendekatan multidisipliner, termasuk mempertimbangkan Borobudur sebagai living heritage.

“Borobudur bukan hanya obyek konservasi, tetapi ruang budaya yang hidup,” tegasnya.

Perdebatan Ahli: Keaslian hingga Risiko Konservasi

Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Marsis Soetopo, menyoroti pentingnya mengikuti prinsip arkeologi dan regulasi internasional. Menurutnya, chattra hasil rekonstruksi Van Erp tidak dapat dipasang kembali begitu saja. Kajian teknis menyeluruh serta Heritage Impact Assessment (HIA) diperlukan.

Ketua Yayasan Ruwat Rawat Borobudur, Sucoro Setrodiharjo, mengingatkan risiko ekonomi dan sosial jika struktur terganggu sehingga kawasan harus ditutup. Ia juga mengusulkan forum interpretasi terpadu yang melibatkan masyarakat dan umat.

Perwakilan WALUBI, Karuna Murdaya, menyatakan dukungan penuh umat Buddha selama kebijakan nantinya memberi manfaat spiritual dan kesejahteraan masyarakat. Senada, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi, Febby Intan, menyebut keputusan melalui konsensus akan menghadirkan manfaat ekonomi dan sosial.

Sebaliknya, Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA), Johannes Marbun, meminta transparansi berbasis riset multidisipliner dan pemahaman publik yang kuat. Ia menyoroti keterbatasan bukti arkeologis mengenai chattra dan kejelasan fungsi ritualnya.

Dimensi Filosofis dan Teknis Jadi Sorotan

Praktisi arkeologi Daud Aris Tanudirjo menilai pemasangan chattra berdampak luas, terutama dalam diplomasi warisan dunia. Konsultasi resmi dengan UNESCO wajib dilakukan.

Pendiri Yayasan Ehipassiko, Handaka Vijjananda, menekankan makna filosofis chattra sebagai simbol keluhuran dalam Buddhisme.

“Ketiadaan chattra layaknya raja tanpa mahkota,” ujarnya.

Ketua Tim BRIN, Ilham Hatta, mengungkap analisis struktur menunjukkan stupa cukup kuat menampung chattra, namun tetap membutuhkan perhitungan detail agar aman di masa depan.

UNESCO & ICOMOS Ingatkan Risiko pada Warisan Dunia

UNESCO Jakarta melalui Moe Chiba menekankan perlunya konsultasi lanjutan dengan komunitas Buddhis internasional dan memperhatikan prinsip ketidakkekalan ajaran Buddha.

Ketua ICOMOS Indonesia, Soehardi Hartono, mengingatkan ancaman terhadap integritas dan keaslian Borobudur jika keputusan tidak didukung HIA dan kajian ketat standar warisan dunia.

Pemerintah Pastikan Proses Transparan dan Berbasis Data

Di akhir forum, Menteri Kebudayaan menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta dan memastikan seluruh masukan akan menjadi landasan rekomendasi resmi pemerintah.

“Jika chattra dipasang, tentu makin banyak umat Buddha datang. Ekonomi budaya masyarakat akan bergerak. Tapi semua harus berbasis data dan kehati-hatian,” tegasnya.

Kementerian Kebudayaan menegaskan komitmen menjaga Borobudur tidak hanya sebagai Warisan Dunia, tetapi juga pusat spiritual, pembelajaran, dan kesejahteraan masyarakat. Keputusan terkait chattra akan diambil melalui proses konsultasi berkelanjutan, inklusif, dan bertanggung jawab.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI