Banjir dan Longsor di Sumatera, JATAM: Gejala Krisis Tata Kelola Ruang

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 28 November 2025 | 18:14 WIB
Kondisi jembatan yang terputus akibat banjir di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11). (SinPo.id/BPBD Kabupaten Tapanuli Utara)
Kondisi jembatan yang terputus akibat banjir di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11). (SinPo.id/BPBD Kabupaten Tapanuli Utara)

SinPo.id - Banjir dan longsor di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat dalam sepekan terakhir merupakan gejala dari krisis tata kelola ruang di Pulau Sumatera. Bencana ini menewaskan sedikitnya puluhan orang, melukai banyak warga, ratusan lainnya hilang, dan memaksa ribuan orang mengungsi.

Menurut data Kementerian ESDM yang diolah JATAM, Sumatera telah diperlakukan sebagai zona pengorbanan untuk tambang minerba dengan 1.907 wilayah izin usaha pertambangan minerba aktif. Tekanan terhadap ekosistem Sumatera juga berasal dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

"Selama negara terus menutup mata terhadap fakta ini, dan hanya menjawab bencana dengan karung bantuan dan laporan serapan anggaran, maka negara sesungguhnya sedang ikut melanggengkan siklus pengorbanan tersebut," kata Koordinator JATAM, Melky Nahar dalam keterangannya, Jumat, 27 November 2025.

JATAM, kata Nahar, pemerintah untuk segera mengubah haluan, mencabut izin-izin yang terbukti merusak, menghentikan ekspansi industri ekstraktif di kawasan hulu, rawan bencana, dan DAS kritis, serta mengembalikan ruang kelola kepada masyarakat lokal dan adat.

"Bencana ini juga menunjukkan bahwa model pembangunan berbasis ekstraksi sumber daya alam sudah mencapai titik buntu. Ruang hidup rakyat dikonversi menjadi deretan konsesi tambang dan mega proyek energi, sementara risiko ditanggung sendirian oleh warga di bantaran sungai, kaki bukit, dan pesisir yang saban tahun dipaksa hidup dalam sirene darurat bencana," paparnya.

Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah untuk mencegah bencana serupa di masa depan, termasuk melakukan moratorium dan audit menyeluruh atas seluruh bentuk industri ekstraktif, baik legal maupun ilegal.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI