Rayakan Tahun Perak, Ikata UPN Veteran Gelar Seminar Nasional Pertambangan
SinPo.id - Ikatan Alumni Teknik Pertambangan (IKATA) UPN Veteran Yogyakarta menggelar Seminar Nasional Pertambangan bertema “Dampak Ganda dan Penanganan Konflik Industri Pertambangan Indonesia Menuju Transformasi Ekonomi Berkelanjutan” di Jakarta, Kamis, 27 November 2025.
Acara ini menjadi bagian dari peringatan Tahun Perak IKATA UPN Veteran Yogyakarta sekaligus forum konsolidasi pemikiran lintas alumni dan asosiasi pertambangan.
Ketua IKATA UPN Veteran Yogyakarta, Catur Gunadi, menegaskan kegiatan ini menjadi momentum untuk memperkuat peran komunitas alumni dalam memajukan industri tambang nasional.
“Acara ini menegaskan kembali bahwa ada komunitas bernama alumni. Hari ini adalah alumni Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta, tetapi kami juga bersahabat dengan alumni ITB, Yasri, Universitas Sriwijaya, dan Trisakti,” ujarnya.
Catur menjelaskan forum tersebut menghadirkan berbagai asosiasi pertambangan yang memberikan masukan strategis terkait arah kebijakan sektor tambang ke depan. Seminar ini mengangkat tiga fokus utama, yakni kontribusi ekonomi pertambangan terhadap penerimaan negara, isu-isu hukum dan kompleksitas regulasi, serta penerapan tata kelola lingkungan dan sosial atau environmental, social, and government (ESG) untuk menjaga kesinambungan industri.
“Tata kelola yang peduli lingkungan dan sosial sangat penting untuk keberlanjutan negara dan keberlanjutan bisnis itu sendiri,” kata Catur.
Ia menambahkan IKATA UPN Veteran Yogyakarta memiliki mimpi untuk terus berkontribusi bagi Indonesia, dunia pertambangan, asosiasi profesi, serta organisasi Perhapi.
“Acara ini menegaskan kembali bahwa ada komunitas bernama alumni. Hari ini adalah alumni Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta, tetapi kami juga bersahabat dengan alumni ITB (IATA), Universitas Sriwijaya (IATSRI), dan Trisakti serta yang lainnya,” tukasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno dalam sambutannya memaparkan posisi strategis sektor pertambangan dalam perekonomian nasional. Ia menyebut industri mineral dan batubara saat ini menyumbang lebih dari 10,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). “Angka ini cukup tinggi, dan ke depan industrialisasi menjadi kunci bagi Indonesia untuk naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi,” ujarnya.
Tri menjelaskan saat ini kontribusi sektor industri Indonesia masih di bawah 20%. Untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045, porsi industri harus berada di atas 25% dari PDB. Ia juga memaparkan kondisi terkini sejumlah komoditas strategis, termasuk nikel, bauksit, dan timah.
Nikel yang menjadi unggulan Indonesia tercatat memiliki cadangan sekitar 5,9 miliar ton. Namun, tingkat produksi yang terus meningkat membuat umur cadangan menurun.
"Penambangan saat ini sudah mencapai 139 juta ton per tahun, sehingga umur cadangan tentu akan turun,” katanya.
Di sisi lain, ia mengingatkan pasar nikel global tengah mengalami oversupply sekitar 400.000 hingga 500.000 ton.
Ia juga menyoroti kondisi bauksit yang mengalami pembatasan produksi karena kapasitas smelter dalam negeri hanya mampu menyerap 17–17,5 juta ton per tahun.
Sementara itu, komoditas timah yang menjadi unggulan Indonesia di pasar global berada dalam momentum harga tinggi, yaitu sekitar 35–36 ribu dolar AS per ton.
“Supply dan demand cukup bagus, sehingga harga berada di level yang menguntungkan,” kata Tri.
Seminar ini diharapkan memperkuat dialog antara pemerintah, akademisi, asosiasi, dan industri untuk mendorong transformasi pertambangan yang lebih berkelanjutan sekaligus mendorong kontribusi sektor ini terhadap ekonomi nasional.
