Rehabilitasi Ira Puspadewi, DEEP Intelligence Research : Sinyal Positif Prabowo
SinPo.id - Direktur Komunikasi Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Intelligence Research, Neni Nur Hayati, menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi terhadap kasus yang menimpa mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
Namun menurut Neni, Potret kasus Ira Puspitadewi menunjukkan sistem peradilan Indonesia telah gagal dalam penegakan hukum, sehingga menyebabkan kriminalisasi yang tidak berdasar.
“Ini mengacu analisis sentimen pemberitaan media dan percakapan di media sosial yang dilakukan DEEP Indonesia periode 19 hingga 24 November 2025, perbincangan mengenai kasus Ira Puspadewi didominasi oleh 80 persen sentimen negatif, jauh melampaui positif 14 persen dan netral hanya 6 persen,” ujar Neni Nur Hayati, dalam pernyataan, Rabu, 26 November 2025.
Menurut Neni, tingginya sentimen negatif bukanlah serangan terhadap Ira Puspadewi, melainkan bentuk kemarahan publik terhadap sistem hukum. Netizen menggunakan nada negatif untuk mengkritik putusan hakim yang dianggap tidak logis dan mencederai rasa keadilan. Sentimen negatif 80 persen yang masif ini bukan hanya ditujukan pada vonis pidana, tetapi pada inkonsistensi putusan.
Publik melihat ketidakadilan ketika seseorang divonis empat tahun bulan bulan penjara meskipun ketua majelis hakim sendiri menyatakan "tidak terbukti memperkaya diri" dan adanya dissenting opinion (perbedaan pendapat) yang mengusulkan vonis onslag (bebas).
“Tingginya sentimen negatif ini adalah bukti bahwa kepercayaan publik terhadap akuntabilitas peradilan korupsi telah terkikis,” ujar Neni menambahkan.
Putusan yang kontradiktif ini menimbulkan keraguan publik, apakah putusan didasarkan pada keadilan substantif atau sekadar tekanan untuk menghasilkan putusan korupsi, terlepas dari bukti memperkaya diri.
Sementara dalam percakapan di media sosial dari seluruh platform baik itu X,Facebook, Instagram, Tiktok dan Youtube Mayoritas publik digital menolak dan mengkritik vonis yang dijatuhkan atau sinyal ketidakadilan hukum.
“Persentase Negatif yang dominan 53 persen hingga 57 persen di platform diskusi seperti X dan Facebook menunjukkan adanya konsensus digital bahwa putusan tersebut bermasalah,” ujar Neni menjelaskan.
Namun, kata Neni, pasca rehabilitasi Presiden sentimen publik baik itu dari pemberitaan media ataupun percakapan di media sosial, sentimen positif naik signifikan menjadi 68 persen, netral 4 persen dan negative 28 persen. Hal itu mengacu peneliti melakukan penarikan data dari tanggal 24 hingga 26 November 2025 Pukul 15.40 WIB.
Intervensi Presiden Prabowo telah mencapai Pemulihan Reputasi (Reputation Repair) yang sangat cepat dan dramatis. Narasi keadilan (justice) yang diperjuangkan oleh Eksekutif berhasil menenggelamkan narasi ketidakadilan (injustice) yang sebelumnya didorong oleh putusan yudikatif.
“DEEP Indonesia menilai bahwa kasus Ira Puspadewi, yang berakhir dengan rehabilitasi oleh Presiden, adalah pelajaran pahit bagi sistem peradilan kita,” katanya.
Putusan yang memvonis terdakwa karena memperkaya orang lain dalam konteks akuisisi, tanpa adanya mens rea (niat jahat) untuk memperkaya diri sendiri, menunjukkan bahwa Majelis Hakim gagal memahami Prinsip Business Judgment Rule (BJR). Padahal, keputusan bisnis yang diambil dengan itikad baik dan mengikuti prosedur, meskipun pada akhirnya merugikan, tidak boleh dipidana. Pemidanaan dalam kasus ini mengirimkan sinyal bahaya kepada seluruh Direksi BUMN: setiap keputusan strategis yang berisiko berpotensi berakhir di balik jeruji besi. (*)
