Hadiri ASEAN-RAI, Ketua BKSAP DPR Soroti Persoalan Mendasar Sektor Pertanian

Laporan: Galuh Ratnatika
Rabu, 26 November 2025 | 20:17 WIB
Ketua BKSAP DPR RI, Syahrul Aidi Maazat (SinPo.id/ eMedia DPR RI)
Ketua BKSAP DPR RI, Syahrul Aidi Maazat (SinPo.id/ eMedia DPR RI)

SinPo.id - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menyoroti persoalan mendasar yang dinilai menjadi penghambat kemajuan sektor pertanian Indonesia, salah satunya minimnya pendidikan formal tentang pertanian.

Menurutnya, kualitas dan perkembangan sektor pertanian Indonesia masih tertinggal dibanding sejumlah negara Asia Tenggara lainnya yang memiliki success storykuat, seperti Vietnam dan Thailand. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

Hal itu ia sampaikan dalam National Focus Group Discussion (FGD) on ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture, and Forestry (ASEAN-RAI) di Bogor, Jawa Barat.

“Salah satu permasalahannya, kita tidak ada pendidikan untuk bertani. Kurikulum kita tidak mengajarkan kita bercocok tanam. Ini seharusnya menjadi kebutuhan kita, tapi tidak ada dalam kurikulum,” kata Syahrul, dalam keterangan persnya, Rabu, 26 November 2025.

Minimnya pendidikan pertanian sejak usia dini dinilai dapat berdampak pada berbagai persoalan, mulai dari terbatasnya regenerasi petani, ketertinggalan teknologi dan pengetahuan pertanian, hingga lambatnya pencapaian swasembada pangan. 

Hal itu membuat petani muda semakin sedikit, sedanfkan mayoritas petani yang ada saat ini berusia lanjut, sehingga Indonesia terus tertinggal dalam kapasitas produksi maupun inovasi.

Selain persoalan pendidikan, Syahrul juga menyoroti arah investasi pertanian di Indonesia yang dinilai masih dominan berbasis industri besar.

Oleh sebab itu, Indonesia tidak boleh hanya berbangga dengan tingginya ekspor produk pertanian dari industri skala besar karena pola tersebut hanya menempatkan masyarakat sebagai pekerja, bukan pelaku utama dalam rantai produksi.

“Kita jangan bangga mengekspor produk pertanian berbasis industri, karena itu masyarakat hanya jadi pekerja. Harus juga kita berpikir menghasilkan produk-produk pertanian ekspor yang basisnya masyarakat,” tandasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI