Legislator: Kasus Meninggalnya Ibu Hamil di Papua Adalah Pelanggaran UU Kesehatan

Laporan: Galuh Ratnatika
Rabu, 26 November 2025 | 13:44 WIB
Ilustrasi. Rapat Paripurna DPR RI (Ashar/SinPo.id)
Ilustrasi. Rapat Paripurna DPR RI (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, menegaskan kasus meninggalnya ibu hamil lantaran ditolak empat rumah sakit di Papua merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Undang-undang Kesehatan.

Ia pun menyampaikan keprihatinan sekaligus kemarahan mendalam atas kasus tersebut. Karena UUD 1945 telah menggariskan kewajiban negara secara eksplisit, pada Pasal 28H ayat (1) menyatakan setiap warga negara berhak hidup sejahtera dan memperoleh pelayanan kesehatan.

Lalu Ayat (2) menegaskan, rakyat harus memperoleh kemudahan dalam mengakses pelayanan tersebut dan Ayat (3) memastikan setiap orang berhak atas jaminan sosial, termasuk dalam pembiayaan kesehatan melalui skema JKN.

“Ketika seorang ibu hamil, dalam kondisi gawat darurat, ditolak oleh rumah sakit hanya karena ruang kelas 3  penuh atau karena tidak mampu membayar uang muka, maka di situ negara telah gagal menjalankan mandat konstitusi,” kata Edy, dalam keterangan persnya, Rabu, 26 November 2025.

Terlebih Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menempatkan tanggung jawab negara secara langsung atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak. Sehingga tidak boleh ada satu rumah sakit pun yang menjadi tempat transaksi ketika nyawa berada di ujung tanduk.

Kemudian UU 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah mengatur dengan sangat jelas mengenai penanganan pasien gawat darurat. Pasal 174 mewajibkan seluruh rumah sakit milik pemerintah maupun swasta untuk mendahulukan penyelamatan nyawa dan mencegah kedisabilitasan.

Bahkan dalam pasal itu pula ditegaskan bahwa rumah sakit dilarang menolak pasien, dilarang meminta uang muka, dan dilarang menjadikan urusan administratif sebagai alasan menunda pelayanan.

Tak hanya itu, Pasal 438 Undang-Undang yang sama mengatur ancaman pidana hingga 10 tahun penjara atau denda mencapai Rp 2 miliar apabila penolakan pasien gawat darurat berujung pada kematian.

Dengan demikian, kata Edy, proses hukum harus berjalan tidak hanya untuk tenaga medis atau petugas di lapangan, tetapi juga terhadap pimpinan fasilitas kesehatan yang bertanggung jawab atas keseluruhan kebijakan dan tata kelola pelayanan.

“Saya meminta Polri turun tangan menangani kasus ini. Kematian seorang ibu dan bayinya bukan sekadar insiden, tetapi akibat dari pelanggaran hukum yang nyata,” tegasnya.

Pihaknya juga mendesak agar segera dilakukan investigasi terhadap empat rumah sakit tersebut secara transparan, menyeluruh, dan diumumkan kepada publik. Sehingga diharapkan kasus serupa tidak lagi terulang dimana pun.

“Tragedi di Papua ini harus menjadi titik balik. Negara tidak boleh diam ketika hukum dilanggar dan rakyat menjadi korban. Penegakan hukum harus tegas, pengawasan harus diperkuat, dan keberpihakan kepada rakyat harus menjadi napas seluruh institusi kesehatan kita,” tandasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI