Pakar Hukum: Isu Ijazah Palsu Hanya Gimik Politik dan Merusak Demokrasi

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 17 November 2025 | 19:53 WIB
Pakar Hukum JJ Amstrong Sembiring (SinPo.id/Pribadi)
Pakar Hukum JJ Amstrong Sembiring (SinPo.id/Pribadi)

SinPo.id - Pakar Hukum JJ Amstrong Sembiring menilai, isu ijazah palsu yang diangkat oleh Roy Suryo dan kelompok pendukungnya, menunujukkan betapa miskinnya kualitas debat di ruang publik Indonesia, ahli-alih memberikan kontribusi bagi demokrasi. Isu tersebut dibiarkan berkembang hanya demi kepentingan politik jangka pendek pihak tertentu.

"Kita lihat saja habis isu tuduhan ijazah palsu Jokowi, kini muncul pula isu tuduhan ijazah palsu Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani. Sehingga dia membeberkan soal gelar doktoral yang diraihnya dari Collegium Humanum-Warsaw Management University setelah menuntaskan disertasi berjudul 'Re-examining the considerations of national security and human rights protection in counterterrorism legal policy: a case study on Indonesia post-Bali bombings', "kata Amstrong dalam keterangannya, Senin, 17 November 2025. 

Amstrong menganggap, jika isu ini terus dibiarkan, tidak akan ada ujungnya. Terlebih, serangan personal berbasis dugaan adalah pola lama yang terus diulang. Sebab, tuduhan tanpa bukti bukan hanya merusak reputasi seseorang, baik tertuduh maupun penuduh, tetapi juga memperburuk standar diskusi publik. 

"Ketika tuduhan besar seperti 'ijazah palsu' dilontarkan tanpa menghadirkan dokumen legal, saksi, atau hasil investigasi lembaga berwenang, maka perdebatan berubah menjadi sekadar gimik politik, bukan pencarian kebenaran," ucapnya. 

Justru isu ini mengalihkan perhatian dari problem yang jauh lebih penting. Publik seharusnya menagih gagasan, program, dan rekam jejak kerja, bukan drama berbumbu fitnah. Dalam demokrasi yang sehat, kritik diperlukan, tetapi kritik harus berbasis data dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan sensasi murahan.

"Strategi memainkan isu seperti ini justru menunjukkan kegagalan aktor politik untuk menawarkan substansi. Ketika argumen mereka tidak lagi mampu meyakinkan publik, yang diangkat justru isu-isu personal yang tidak bermutu. Cara ini mungkin efektif untuk memicu keramaian sesaat, tetapi merusak kualitas demokrasi dalam jangka panjang, " ujarnya. 

Lagi pula, tegas Amstrong, aparat kepolisian, lembaga pendidikan, dan otoritas terkait, memiliki prosedur jelas untuk mengecek keabsahan ijazah. Jika memang ada kasus, proses hukum yang harus berjalan. Namun jika tidak, maka penggunaan isu ini hanya menunjukkan bahwa ruang publik sedang dipenuhi oleh noise, bukan insight.

"Pada akhirnya, kita harus jujur isu ijazah palsu yang dimainkan tanpa dasar yang kuat bukanlah kritik, melainkan sensasi kosong. Publik berhak mendapatkan debat politik yang berkualitas, bukan tontonan yang menguras energi namun tidak menghasilkan apa-apa," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI