Kemenkop: Pengawasan Koperasi Tak Sekadar Kuratif-Preventif, tapi Juga Perspektif
SinPo.id - Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop Herbert Siagian menyampaikan, penguatan pengawasan koperasi di Indonesia, dilakukan tak hanya sekadar kuratif dan preventif saja, tetapi juga harus menerapkan perspektif masa depan. Karena, koperasi, harus benar-benar menjadi pilar utama perekonomian nasional.
"Kami berharap, dalam jangka waktu lima tahun ke depan, mampu menjadi sokoguru perekonomian nasional," kata Herbert dalam keterangannya, Jumat, 14 November 2025.
Menurut Herbert, koperasi-koperasi harus dapat menampilkan kinerja usaha dan pembiayaan yang paling dipilih oleh publik. Karena, jangan sampai koperasi dijadikan alternatif berikutnya, setelah lembaga keuangan lainnya.
Herbert mengakui, untuk menuju ke arah sana tidaklah mudah. Kini, kondisi stigma koperasi masih tidak baik-baik saja.
Untuk itu, Herbert menekankan bahwa pihaknya terus melakukan beberapa langkah, diantaranya rebranding koperasi, tata kelola koperasi terus diperbaiki, hingga digitalisasi. "Berharap dengan itu brand koperasi bisa kembali terangkat derajat perspektif publik terhadap koperasi. Tentunya, sisi pengawasan juga terus diperkuat disana," kata Herbert.
Herbert pun menjabarkan beberapa faktor penting yang menjadi perhatian Kemenkop untuk menuju koperasi menjadi sokoguru perekonomian bangsa dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam pembiayaan. Yaitu, penatausahaan. "Fokus pada pembentukan dan penataan kelembagaan pengawasan koperasi tersebut," kata Herbert.
Dalam penatausahaan ini, ada beberapa perspektif seperti regulasi. Saat ini, Kemenkop sedang dalam proses penyusunan RUU Perkoperasian yang baru, yang diharapkan memperbaharui UU yang lama.
"Berikutnya, dengan UU yang baru bakal ada penyesuaian-penyesuaian lain terkait standar prosedur dan kriteria yang memang saat ini sudah tidak relevan lagi, terutama menyangkut keberadaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih" kata Herbert.
Terlebih lagi, menurut Herbert, Kopdes Merah Putih tersebut adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merupakan penugasan dari pemerintah pusat. "Namun, jika mengacu pada UU 17/2014, maka itu menjadi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota. Jadi, ini butuh penyesuaian-penyesuaian regulasi," terang Herbert.
Lebih dari itu, unit usaha simpan pinjam (USP) juga menjadi salah satu perspektif faktor strategis dari langkah penatausahaan ini. Diharapkan, USP bisa menerapkan standar dan kriteria, hingga ketentuan bunga pinjaman dan simpanan, yang konsisten. Sehingga, tidak menyebabkan gagal bayar dan menjaga NPL yang baik.
Langkah berikutnya adalah faktor pemberdayaan pengawas koperasi. Selama ini, peran pengawas koperasi jarang disebut dan dimunculkan. Padahal, antara ketua koperasi dan pengawas memiliki kedudukan yang sama. "Kita harus mengubah mindset seperti ini," tegas Herbert.
Bagi Herbert, pengawas koperasi memiliki peran penting dalam memberikan catatan hingga teguran, atau temuan-temuan, kepada pengurus yang harus dipatuhi.
Faktor penting lain yang harus dibenahi juga adalah anggota koperasi sebagai pemilih. Jangan lagi ada kesan koperasi itu milik ketua dan pengurus, tetapi absolut milik seluruh anggota.
"Disini kita perlu edukasi-edukasi, hingga penerapan RAT yang baik dan benar, dan sebagainya," kata Herbert.
Faktor berikutnya peningkatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan bagi pengurus, pengawas, dan anggota koperasi. "Pelatihan di seluruh koperasi di dunia merupakan kunci sukses, yang dilakukan secara masif dan terstuktur," kata Herbert.
Yang tak kalah penting adalah ekosistem usaha dan keuangan, yang diharapkan koperasi benar-benar dapat menjadi sokoguru perekonomian bangsa. "Saya yakin, Kopdes Merah Putih dan koperasi eksisting lainnya, jika dijalankan dengan benar, akan menjadi sokoguru perekonomian dan pilihan utama masyarakat," ujar Herbert.
