The New York Times: Perang Baru Israel–Iran Hanya Soal Waktu, Teheran Siapkan 2 Ribu Rudal untuk Serangan Balasan

Laporan: Tim Redaksi
Selasa, 11 November 2025 | 07:28 WIB
IRAN
IRAN

SinPo.id -  Ketegangan antara Israel dan Iran kembali meningkat tajam. Menurut laporan eksklusif The New York Times (NYT), Minggu 9 November 2025, para pejabat regional dan analis memperkirakan pecahnya perang baru antara kedua negara hanya tinggal menunggu waktu.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim bahwa serangan udara AS pada perang 12 hari di bulan Juni telah “menghancurkan total” program pengayaan nuklir Iran. Namun, kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang ditandatangani pada 2015 telah berakhir bulan lalu, dan negosiasi baru tampak menemui jalan buntu.

Menurut laporan NYT, Israel tidak mempercayai klaim Iran bahwa 11 fasilitas nuklirnya telah hancur atau terkubur di bawah reruntuhan. Justru, pembangunan situs pengayaan baru bernama “Pickaxe Mountain” tengah berlangsung, dan inspektur internasional dilarang mengakses lokasi tersebut.

“Dengan tidak adanya perundingan, ketidakjelasan jumlah stok uranium Iran, dan tidak ada pengawasan nuklir, serangan lanjutan dari Israel hampir tak terhindarkan,” tulis NYT.

Iran Siapkan Balasan 2.000 Rudal

Direktur proyek Iran di International Crisis Group, Ali Vaez, mengungkapkan bahwa Teheran tengah bersiap jauh lebih agresif jika kembali diserang.

Menurutnya, pabrik-pabrik rudal Iran kini beroperasi 24 jam, dengan target meluncurkan 2.000 rudal secara bersamaan jika perang kembali pecah — meningkat drastis dari 500 rudal yang ditembakkan dalam perang Juni lalu.

“Israel merasa perang kemarin belum tuntas. Karena itu, Iran menggandakan kesiapan untuk putaran berikutnya,” kata Vaez kepada NYT.

Israel Siap Lanjutkan “Kebijakan Penegakan”

Menteri Pertahanan Israel Israel Katz sebelumnya menegaskan bahwa Tel Aviv akan menjalankan “policy of enforcement” untuk mencegah Iran membangun kembali kekuatan udaranya. Pernyataan itu memicu spekulasi bahwa serangan lanjutan Israel sudah dalam perencanaan.

Negara Arab di Persimpangan

Sementara itu, negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab berupaya menjaga keseimbangan. Di satu sisi, mereka memperkuat hubungan ekonomi dengan AS dan Israel demi stabilitas kawasan. Namun di sisi lain, mereka tetap berhati-hati menjaga hubungan diplomatik dengan Iran.

“Mereka tidak menginginkan perang baru di kawasan. Mereka tahu Iran masih punya kemampuan menciptakan ketidakstabilan melalui pasukan dan proksi di Lebanon, Irak, Yaman, dan Teluk Persia,” ujar Sanam Vakil, Direktur Program Timur Tengah di Chatham House.

Menurut Suzanne Maloney dari Brookings Institution, Iran memang tengah berada pada titik terlemah sejak invasi AS ke Irak, namun bukan berarti tidak berbahaya.

“Iran yang lemah bisa jadi lebih berisiko, karena dalam kondisi terdesak, negara itu cenderung bertindak ekstrem,” ujarnya.

Ancaman Serangan Baru dan Deadlock Diplomasi

Israel diyakini siap menyerang kembali jika Iran kembali mendekati tahap produksi senjata nuklir. Menurut laporan, Trump menghentikan perang Juni lebih cepat daripada yang diinginkan Israel — membuat sebagian fasilitas Iran masih bertahan.

H.A. Hellyer dari Center for American Progress memperingatkan, “Begitu Iran melewati batas tertentu dalam program nuklirnya, Israel akan menyerang lagi.”

Sementara itu, upaya perundingan nuklir baru antara Iran dan AS nyaris tak menunjukkan kemajuan. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyebut Washington mengajukan “syarat tak masuk akal”, termasuk penghentian total pengayaan uranium dan negosiasi langsung dengan Trump.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Araghchi memperingatkan Israel soal “konsekuensi fatal” jika kembali melancarkan serangan.

Bayang-Bayang Perang di Tengah Ketidakpastian

Meski dunia menyoroti konflik di Gaza, laporan NYT menegaskan bahwa ancaman nuklir Iran tetap menjadi kekhawatiran utama di Timur Tengah.

Iran disebut masih memiliki sekitar 400 kilogram uranium dengan kadar pengayaan 60%, mendekati level senjata nuklir.

“Kedua kubu sadar konfrontasi berikutnya tidak terelakkan. Iran ingin menghapus citra kelemahan dan menciptakan keseimbangan baru,” tutup Vaez.

Dengan ketegangan meningkat dan diplomasi mandek, Timur Tengah kini berada di tepi jurang perang besar berikutnya antara Israel dan Iran — konflik yang berpotensi mengguncang tatanan geopolitik global.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI