Serikat Buruh Tolak Usulan Kenaikan Upah Minimum 2026 Versi Pengusaha
SinPo.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak usulan kenaikan upah minimum tahun 2026 versi Menteri Ketenagakerjaan dan pengusaha. Serikat buruh tetap tetap berpatokan pada tuntutan kenaikan 8,5-10,5 persen.
"Angka 8,5 hingga 10,5 persen itulah yang menjadi acuan bagi serikat buruh di seluruh daerah, baik di Dewan Pengupahan provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, kami juga memperjuangkan adanya upah minimum sektoral yang nilainya harus lebih besar daripada UMK," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu, 9 November 2025.
KSPI juga menolak usulan Apindo yang menginginkan indeks tertentu hanya 0,1–0,5. Jika menggunakan rumus tersebut, kenaikan upah akan sangat kecil, bahkan di bawah kebutuhan hidup layak.
Iqbal menegaskan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, kenaikan upah minimum harus mengacu pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
"Inflasi dari Oktober 2024 sampai September 2025 sebesar 2,65 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen. Adapun indeks tertentu adalah hak prerogatif Presiden, bukan diputuskan oleh sekumpulan orang di luar mandat konstitusi," katanya.
Menurut Iqbal, tahun lalu Presiden Prabowo memutuskan indeks tertentu mendekati 0,9, dan dengan kondisi makro ekonomi yang hampir sama. Dengan demikian, tidak ada alasan indeks tahun ini diturunkan menjadi 0,2–0,7. "Jika indeks tertentu diturunkan, artinya Menaker justru melindungi pengusaha hitam yang ingin membayar upah murah," ujarnya.
Iqbal mengingatkan pesan Presiden Prabowo bahwa upah layak akan meningkatkan daya beli, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi. "Kalau menterinya malah menurunkan indeks jadi 0,2, itu melawan kebijakan Presiden sendiri. Ini kebijakan kapitalistik yang bertentangan dengan visi kerakyatan Presiden," tegasnya.
Adapun pernyataan Ketua Dewan Pengupahan Nasional (DEN) yang mengaku telah menghadap Presiden dan mendapatkan persetujuan dengan formula baru penetapan upah minimum, menurut Iqbal, itu sesuatu yang menyesatkan.
"Kami menduga itu bohong. Tidak benar Presiden Prabowo setuju terhadap formula baru tersebut," tegasnya.
Lebih lanjut, Iqbal menyoroti pernyataan pejabat pemerintah yang seolah ingin membuat aturan tanpa melibatkan serikat buruh. "Bagaimana mungkin kebijakan yang menyangkut upah buruh dibuat tanpa melibatkan buruh sendiri? Ini bertentangan dengan semangat dialog sosial dan prinsip keadilan," ujarnya.
