BPOM Tindak 15 Produk Herbal Ilegal Mengandung Bahan Kimia Obat Berbahaya
SinPo.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindak 15 produk obat bahan alam (OBA) ilegal yang beredar di pasaran, karena terbukti positif mengandung bahan kimia obat (BKO) yang dilarang. Temuan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan ancaman sistemik yang menyerupai virus, menyusup ke tubuh masyarakat, merusak kesehatan, mengganggu stabilitas ekonomi, dan melemahkan perlindungan konsumen sebagai bagian dari kedaulatan bangsa.
"Penambahan BKO dalam produk berbasis bahan alam bukan sekadar pelanggaran, melainkan sabotase terhadap sistem kesehatan masyarakat. Produk-produk ini menyamar sebagai jamu atau suplemen herbal, padahal mengandung zat aktif obat yang berbahaya," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangannya, Senin, 3 November 2025.
Taruna menjelaskan, pengungkapan ini merupakan hasil pengawasan intensif BPOM melalui kegiatan sampling dan pengujian selama September 2025 terhadap 1.639 sampel produk OBA, obat kuasi, dan suplemen kesehatan (SK). Pengawasan ini dilakukan oleh Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia. Hasil pengujian di laboratorium BPOM menunjukkan 15 produk mengandung BKO.
Berdasarkan penelusuran dari data registrasi, sarana produksi, dan sarana distribusi, seluruh produk OBA tersebut tidak memiliki nomor izin edar (NIE) BPOM bahkan sebagian mencantumkan NIE fiktif alias palsu. Daftar produk OBA mengandung BKO yang ditemukan BPOM selama periode pengawasan September 2025.
Produk ilegal ini kerap dikenal dan mencantumkan klaim sebagai produk pelangsing, stamina pria, dan pegal linu. Dari 15 produk ilegal tersebut, 5 produk pelangsing diketahui mengandung BKO sibutramin dan 5 produk stamina pria mengandung sildenafil sitrat. Sedangkan, 5 produk pegal linu mengandung deksametason, parasetamol, asam mefenamat, ibuprofen, serta natrium diklofenak.
Taruna menerangkan, obat harus dikonsumsi sesuai dosis yang tepat sehingga BKO tidak diperbolehkan digunakan dalam produk OBA. OBA mengandung BKO berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat karena dapat dikonsumsi tidak sesuai aturan dan tanpa pengawasan tenaga medis. Sibutramin yang disalahgunakan sebagai pelangsing dapat berisiko memicu gangguan kardiovaskular, kejiwaan, fungsi hati, dan insomnia. Penggunaannya dalam OBA telah dilarang di banyak negara.
Sildenafil yang disalahgunakan dalam obat herbal stamina pria dapat menyebabkan tekanan darah tidak stabil, gangguan jantung, bahkan kematian jika dikonsumsi tanpa pengawasan medis.
Penyalahgunaan bahan kimia lain dalam OBA yaitu deksametason yang merupakan kortikosteroid kuat. Deksametason dapat menyebabkan penurunan imunitas, osteoporosis, gangguan hormon, serta kerusakan hati dan ginjal jika digunakan tanpa kontrol medis.
BPOM juga menerima laporan periode Juli-September 2025 dari otoritas pengawasan obat dan makanan negara Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Ketiga negara yang tergabung dalam ASEAN Post Marketing Alert System (ASEAN PMAS) merilis 7 produk OBA mengandung BKO yang beredar di negara mereka. Produk tersebut terdiri dari 4 produk stamina pria yang mengandung sildenafil dan/atau tadalafil serta 3 produk gatal-gatal yang mengandung mikonazol, klobetasol, dan/atau metil salisilat.
BPOM berkomitmen untuk terus memperkuat pengawasan melalui kegiatan sampling, pengujian, serta penelusuran rantai distribusi dan produksi untuk menindak pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
BPOM juga melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap kegiatan produksi dan peredaran OBA mengandung BKO yang diproduksi oleh pihak tidak berhak atau tidak memiliki kewenangan. Jika ditemukan adanya indikasi pidana, maka Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM akan menindaklanjuti melalui proses pro-justitia.
"BPOM akan menindak tegas pelaku usaha yang dengan sengaja menambahkan BKO ke dalam produk obat bahan alam. Pelaku yang terbukti memproduksi dan mengedarkan produk ilegal akan dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar," ujarnya.
Tak lupa, Taruna mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa nomor izin edar (NIE) pada kemasan produk dan menghindari produk dengan klaim instan atau efek cepat.
"Masyarakat adalah benteng terakhir dalam menjaga kesehatan dan kedaulatan bangsa. Jangan mudah tergiur dengan promosi yang tak masuk akal dan jangan biarkan produk ilegal merusak tubuh kita, ekonomi kita, dan masa depan generasi kita," tutupnya.
