Istana Jamin UU Cipta Kerja Kelola Hutan Sosial oleh Rakyat

Laporan: Tisa
Sabtu, 07 November 2020 | 16:53 WIB
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan (Foto: Ist.)
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan (Foto: Ist.)

sinpo, JAKARTA - Istana memastikan, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan peluang kepada rakyat untuk mengelola hutan dan melindungi masyarakat adat. 

Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan mengatakan, penegasan itu tertuang dalam sejumlah pasal menyangkut sektor kehutanan. 

Ia mencontohkan sejumlah pasal yang menunjukan keberpihakan pada perhutanan sosial. 

"Ada pasal yang mengatur  tentang pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi melalui program Perhutanan Sosial," kata Usep di Jakarta,  Sabtu (7/11/2020).

Dirinya menegaskan, program ini bisa diberikan kepada perseorangan, kelompok tani hutan dan koperasi.

Menurut Usep, aturan itu ada pada paragraf 4 bagian kehutanan. Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 UU Kehutanan disisipkan dua pasal baru.

Kedua pasal itu yakni Pasal 29A dan Pasal 29B yang salah satunya mengatur penguatan perhutanan sosial. 

"Pengaturan ini akan memperkuat upaya pemerintah dalam pemberian akses pengelolaan kawasan hutan bagi rakyat," tuturnya.

Dengan demikian, lanjut dia, nantinya diharapkan ada dampak positif yang muncul berupa perluasan lapangan kerja.

"Serta pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan," ucapnya.

Pegiat reforma agraria ini menambahkan, program perhutanan sosial semakin kuat sejak disahkannya UU Ciptaker. 

Terlebih, ujar dia, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyerahkan 4,2 juta hektar lahan untuk dikelola masyarakat. 

Lebih jauh, menurutnya yang paling penting adalah soal pendampingan program lanjutan. 

Melalui pendampingan ini, kata Usep, masyarakat di sekitar hutan itu memiliki kemampuan dalam mengelola kewenangan yang telah diberikan.

"Seperti masuk dalam aspek bisnis perhutanan sosial. Dalam hal ini tidak hanya agroforestry,” ungkapnya.

Usep menambahkan, Undang-undang Cipta Kerja juga sangat berpihak dan melindungi masyarakat adat, terutama yang tinggal di kawasan hutan dan kebun. 

Bahkan, dalam UU Ciptaker, kata dia masyarakat adat akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, konservasi hingga Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). 

"Jelas bahwa dengan Undang-Undang ini, pemerintah berpihak pada rakyat," katanya.

Lebih jauh, ia menuturkan Undang-Undang Cipta Kerja menegaskan keberpihakan pemerintah pada masyarakat.

"Keberpihakan dengan restorative justice atau penyelesaian hukum di luar pengadilan," katanya.

Dalam Undang Undang Cipta Kerja, jelasnya, turut masuk persoalan lingkungan hutan yang terbagi atas dua bagian.

Bagian pertama, lanjut dia, yakni bagian persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan dasar perizinan berusaha. 

Sedangkan, bagian berikutnya adalah bagian perizinan berusaha serta kemudahan persyaratan investasi dari sektor kehutanan. 

Kedua aturannya, jelasnya, berasal dari tiga Undang-Undang berbeda, yakni Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. 

“Penyatuan ini akan membuat aturan semakin mudah dipahami dan tidak akan merepotkan masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan,” pungkas Usep.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI