Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Ancam Kepastian Usaha dan Daya Saing Industri
SinPo.id - Penolakan terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama terus meluas. Kebijakan yang digagas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini dinilai berpotensi melemahkan industri tembakau nasional dan mengganggu ekosistem usaha yang menopang ekonomi daerah.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), K Mudi menyampaikan aturan tersebut tidak cocok diterapkan di Indonesia. “Penyeragaman kemasana rokok akan menjadi momok buruk bagi petani tembakau dan akan mengurangi serapan pasar,” ujar Mudi di Jakarta belum lama ini.
Ia menegaskan bahwa 70 persen dari 200.000 ton tembakau yang diproduksi petani Indonesia diserap oleh Industri Hasil Tembakau (IHT), dan hampir seluruh lahan tembakau nasional merupakan perkebunan rakyat. Kebijakan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama dinilai akan mempersempit pasar, menurunkan daya saing produk tembakau nasional, serta mengganggu rantai distribusi yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di daerah sentra produksi.
Lebih lanjut, Mudi mengingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal karena produk menjadi sulit dibedakan secara visual. Hal ini berdampak langsung pada penerimaan cukai dan pengawasan produk.
“Saat ini saja tanpa penyeragaman kemasan diberlakukan, produk yang sudah berstandar, kemudian logo perusahaan dan lain sebagainya, sangat mudah sekali untuk dipalsukan. Apalagi nanti yang secara aturan warna dan kemasan diatur?,” tuturnya.
Penolakan juga datang dari kalangan dunia usaha. Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Anggana Bunawan menyatakan bahwa konsep penyeragaman kemasan rokok denga warna yang sama yang diadopsi dari negara lain seperti Singapura dan Australia tidak bisa diterapkan begitu saja di Indonesia tanpa mempertimbangkan struktur ekonomi, sosial, dan industri nasional.
“Secara tegas kami meminta Kemenkes menjalankan prosesnya secara hati-hati, tidak terburu-buru, sehingga dampak yang menekan industri ini (tembakau) bisa diperkecil. PP28/2024 ini sudah cukup ketat. Dengan adanya penerapan penyeragaman kemasan ini justru meningkatkan peredaran rokok ilegal,” ungkap Anggana.
APINDO juga menyoroti minimnya keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes. Menurut Anggana, tidak adanya transparansi dalam proses tersebut membuka ruang ketidakpercayaan dan potensi resistensi dari pelaku industri.
Sebagai solusi, APINDO mendesak Kemenkes untuk menunda penerapan Rancangan Permenkes dan membuka forum dialog nasional yang inklusif, melibatkan asosiasi, pelaku industri, dan masyarakat terdampak.
