Pimpinan MPR Dorong Penanganan Krisis Iklim jadi Prioritas Nasional
SinPo.id - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengingatkan pentingnya menjadikan krisis iklim sebagai isu prioritas nasional. Apalagi, perubahan iklim bukan lagi ancaman melainkan kenyataan yang kini dihadapi sehari-hari.
Ini disampaikan Eddy saat menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Pascasarjana Ilmu Politik UI pada Jumat, 10 Oktober 2025.
"Krisis iklim itu nyata ada di depan kita. Dampaknya sudah kita rasakan dalam berbagai aktivitas sehari-hari mulai dari anomali iklim sampai dengan kualitas udara yang terus memburuk di kota-kota besar," kata Eddy dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Eddy didaulat untuk menjadi pembicara dengan tema ancaman krisis iklim di Indonesia. FISIP UI menjadi kampus ke-35 dalam rangkaian acara MPR Goes to Campus yang diinisiasi Eddy.
"Sekarang bukan lagi perubahan iklim tapi lebih tepat menyebutnya sebagai krisis iklim. Situasi saat seharusnya sudah menjadi wake up call agar penanganan krisis iklim menjadi prioritas dalam kebijakan nasional," katanya.
Persoalan lingkungan lain yang disampaikan Eddy adalah penanganan sampah. Saat ini, Indonesia baru mampu mengelola 40 persen sampah yang sebagian besar berasal dari rumah tangga dan pasar berupa sisa makanan serta plastik.
"TPA Bantar Gebang sekarang tingginya setara gedung 17 lantai. Selain di Bantar Gebang, masalah sampah meluas menjadi isu lingkungan, sosial hingga kesehatan. Sekarang saja, misalnya kita bisa lihat tidak ada sungai di Indonesia yang ini bersih dari sampah," katany
Dalam upaya menjadikan krisis iklim sebagai prioritas nasional, Eddy menyampaikan bahwa RUU Pengelolaan Perubahan Iklim telah diinisiasi.
"Alhamdulillah RUU Pengelolaan Perubahan Iklim sudah ditetapkan menjadi Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2026. Karena itu, ke depan kami membuka ruang diskusi, aspirasi dan juga masukan untuk penyempurnaan RUU ini termasuk di dalamnya meminta masukan dari kalangan kampus," ujarnya.
Dia juga menyampaikan tantangan yang dihadapi Indonesia hanya dapat dijawab dengan komitmen kolektif, keberanian mengambil kebijakan berorientasi jangka panjang serta kolaborasi lintas sektor demi masa depan yang berkelanjutan.
"Persoalan iklim menyentuh kehidupan kita semua. Karena itu, saya sangat terbuka untuk kolaborasi dan kerja bersama lintas sektor. Ini bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga persoalan keberlangsungan bangsa," tegasnya.
