Cerita Aktivis Global Sumud Flotilla soal Penahanan Israel: Kami Disiksa dan Dihina
SinPo.id - Sejumlah aktivis dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla yang ditangkap dan ditahan Israel saat berlayar ke pantai Gaza, telah kembali ke negara asal mereka dan menceritakan penyiksaan dan penghinaan yang mereka dapatkan.
Adapun pasukan Israel menangkap sekitar 450 aktivis saat mencegat puluhan armada Global Sumud Flotilla yang berupaya menembus blokade Israel menuju pantai Gaza guna memberikan bantuan kepada rakyat Palestina yang kelaparan.
Mereka yang ditangkap kemudian dibawa ke penjara Israel, sebagian dari merrka telah kembali ke negara asal, dan sebagian lainnya masih ditahan. Menurut Jurnalis Italia Saverio Tommasi, tentara Israel menahan obat-obatan milik aktivis dan memperlakukan tahanan seperti monyet.
"Ini disebut penyiksaan. Ini disebut penyiksaan, sebuah penyangkalan terhadap hak asasi manusia, bahkan yang paling mendasar sekalipun," katanya saat tiba di Bandara Fiumicino Roma, dilansir dari The Independent, Senin, 6 Oktober 2025.
"Mereka mengambil obat-obatan semua orang: orang-orang dengan penyakit jantung, asma, bahkan seorang pria berusia 86 tahun... mereka mengambil inhalernya," imbuhnya.
Di antara mereka yang ditahan, terdapat aktivis Swedia Greta Thunberg, yang sebelumnya juga pernah mencoba memasuki wilayah Gaza dan ditangkap. Kemudian terdapat juga cucu Nelson Mandela, Mandela Mandela, dan beberapa anggota parlemen Eropa. Tommasi mengatakan, Thunberg dikucilkan oleh pasukan Israel setelah ditangkap.
“Kami juga melihat Greta Thunberg di pelabuhan, dalam kasus itu dengan tangan terikat dan bendera Israel di sampingnya hanya sebuah ejekan,” ungkapnya.
“Katakan saja ejekan itu adalah bagian dari kekerasan verbal dan psikologis yang selalu mereka lakukan, untuk merendahkan, mengejek, dan menertawakan dalam situasi yang sebenarnya tidak ada yang perlu ditertawakan," kata Tommasi menambahkan.
Selanjutnya, Jurnalis Italia lainnya, Lorenzo D’Agostino, mengatakan para tahanan berulang kali dibangunkan selama dua malam. Mereka juga diintimidasi dengan anjing dan tentara yang mengarahkan laser senjata mereka ke arah tahanan untuk menakut-nakuti.
"Secara keseluruhan, saya merasa ditahan oleh organisasi teroris. Barang-barang dan uang kami telah dicuri oleh Israel," ujarnya setelah mendarat di Bandara Istanbul, tempat 137 aktivis dari 13 negara tiba dari Israel.
Sementara itu, Aktivis Paolo De Montis menceritakan bagaimana ia dimasukkan ke dalam mobil tahanan selama berjam-jam dengan tangan diikat menggunakan tali pengikat. Pasukan Israel juga menyuruhnya untuk terus menundukkan kepala.
"Stres dan penghinaan yang terus-menerus. Anda tidak diizinkan untuk menatap wajah mereka, selalu harus menundukkan kepala dan ketika saya mendongak, seorang pria datang dan mengguncang serta menampar bagian belakang kepala saya," katanya.
Menanggapi hal itu, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, justru mengaku bangga dengan perilaku staf di penjara Ketziot, yang memperlakukan tahanan dengan tidak baik.
"Saya bangga kita memperlakukan 'aktivis armada' sebagai pendukung terorisme. Siapa pun yang mendukung terorisme adalah teroris dan pantas mendapatkan kondisi layaknya teroris," ujarnya.
"Jika ada di antara mereka yang mengira akan datang ke sini dan menerima karpet merah serta terompet — mereka salah. Mereka seharusnya merasakan sendiri kondisi di penjara Ketziot dan berpikir dua kali sebelum mendekati Israel lagi," imbuh Ben-Gvir.
Pernyataan dan penangkapan tersebut memicu kritik dari beberapa pemerintah, termasuk Turki, Kolombia, dan Pakistan. Bahkan pemerintah Yunani, mengeluarkan protes tertulis yang keras kepada Israel atas perilaku seorang menteri Israel yang tidak dapat diterima dan tidak pantas.
