Jaga Daya Beli Masyarakat, Menkeu Tunda Pungutan Pajak Toko Online

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 27 September 2025 | 16:56 WIB
Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa (SinPo.id/ Dok. Kemenkeu)
Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa (SinPo.id/ Dok. Kemenkeu)

SinPo.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pemerintah menunda penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar  0,5 persen terhadap pedagang toko online atau e-commerce. Karena, pemerintah terlebih dahulu ingin melihat dampak nyata dari kebijakan penempatan uang negara sebesar Rp200 triliun ke Himpunan Bank Negara (Himbara). 

"Kami tunggu dulu, paling tidak sampai kebijakan uang Rp200 triliun, kebijakan untuk mendorong perekonomian mulai kelihatan dampaknya. Baru kami akan pikirkan nanti," kata Purbaya, dikutip Sabtu, 27 September 2025.

Purbaya memastikan, apabila kebijakan penempatan uang Rp200 triliun, telah membawa dampak ke perekonomian negara, maka seluruh perusahaan lokapasar akan ditunjuk untuk memungut PPh 22 dari pedagang online.

Hal ini demi memastikan kebijakan diterapkan secara adil dan tidak memberikan celah bagi pelaku industri lari dari kewajiban membayar pajak.

Untuk saat ini, Purbaya memilih memantau efektivitas penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun tersebut terhadap aktivitas ekonomi.

"Yang jelas sistemnya sudah siap sekarang. Semuanya, bukan hanya e-commerce tertentu. Jadi kita nggak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perekonomian," tukasnya.

Sebagai informasi, penunjukan e-commerce sebagai pemungut PPh 22 dari toko online, sebelumnya diputuskan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala itu. Yakni melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025 untuk menunjuk lokapasar sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) memungut pajak dari pedagang online.

Adapun PPh 22, dipungut sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun. Pungutan di luar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).

Sasarannya yaitu pedagang beromzet di atas Rp500 juta, dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan ke lokapasar tertunjuk. Sedangkan omzet di bawah Rp 500 juta terbebas dari pungutan. 

Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi online (ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI