Anggota DPR Soroti Praktik Kerja Paksa yang Dialami PMI
SinPo.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ledia Hanifa, menyoroti praktik kerja paksa yang dialami pekerja migran, lantaran lemahnya pengawasan terhadap perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) yang kerap bertindak nakal.
Terlebih, kasus pekerja migran yang dipaksa menandatangani kontrak kerja hanya beberapa jam sebelum keberangkatan, masih sering terjadi.
Ia menilai, kondisi itu dapat menimbulkan kerentanan, karena pekerja tidak memiliki waktu dan ruang yang cukup untuk memahami isi kontrak yang seharusnya menjamin hak mereka.
“Bayangkan kalau penandatanganan kontrak baru dilakukan dua jam sebelum berangkat. Siapa yang bisa mengawasi langsung di bandara? Apalagi kalau jumlah pekerjanya tidak banyak, hanya sepuluhan orang, sulit untuk dipantau,” mata Ledia, dalam keterangan persnya, Kamis, 11 September 2025.
Menurutnya, praktik tersebut berpotensi membuka ruang eksploitasi, baik dalam bentuk jam kerja berlebihan, pemotongan upah, maupun kondisi kerja yang tidak manusiawi. Namun, pemerintah juga memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan di luar negeri.
“Kalau di dalam negeri, pengawasan lebih memungkinkan. Tapi begitu pekerja sudah ditempatkan di luar negeri, ada lubang besar yang membuat kita kesulitan melakukan kontrol,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, pihaknya menekankan pentingnya koordinasi rutin dan mekanisme pengawasan yang lebih terintegrasi dengan P3MI.
Smeentara itu, kata Ledia, RUU P2MI, juga harus mengatur sanksi yang jelas bagi perusahaan penyalur yang terbukti melanggar aturan atau melakukan praktik eksploitasi, agar pekerja migran Indonesia memperoleh perlindungan yang lebih komprehensif.
