Survei DFW, Tarif Trump Berdampak Terhadap Ekonomi Perikanan Indonesia
SinPo.id - Hasil survei Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia terhadap kebijakan penerapan tarif ekspor oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump akibat terkait American First, berdampak cukup besar terhadap pasar produk perikanan di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan kenaikan inflasi akibat produk yang diekspor dengan harga yang lebih tinggi akibat tarif ke Amerika sebesar 19 persen.
Survei yang juga dilakukan oleh DFW pada tahun 2025, menemukan bahwa penerapan tarif ekspor Trump berdampak pada penghentian beberapa pekerja pengolahan ikan di beberapa daerah di Indonesia.
“Di Bitung misalnya terdapat perusahaan dengan produk Tuna Loin melakukan PHK terhadap sekitar 60-80 persen pekerjanya,” ujar Human Rights Manager DFW Indonesia, Luthfian Haekal, dalam pernyataan, Rabu 27 Agustus 2025.
Untuk itu, menurut Haekal sangat diperlukan adanya strategi diversifikasi pasar ekspor bagi produk perikanan Indonesia. “Salah satu strategi yang dinilai berpotensi untuk dilakukan menurut para pelaku usaha yang menjadi responden dalam survei ini adalah penguatan kerjasama dengan negara anggota BRICS,” ujar Haekal menambahkan.
Di sisi lain, 72.5 persen responden juga menilai bahwa saat ini pemerintah telah mendampingi pelaku usaha untuk diversifikasi pasar ekspor. Beberapa negara yang bisa dijadikan tujuan diversifikasi pasar ekspor antara lain: Tiongkok, Eropa, dan Uni Emirat Arab. Diversifikasi pasar ekspor dilakukan untuk mengurangi risiko guncangan pasar tunggal.
“Pemerintah setidaknya harus melakukan penguatan struktur ekspor. Penguatan tersebut bisa dilakukan melalui perluasan pasar ekspor non-AS dengan perjanjian dagang bilateral/multilateral di kawasan alternatif dan melakukan fasilitasi promosi produk perikanan di negara dengan tarif rendah atau nol tarif,” ujar Haekal menjelaskan.
Selain diversifikasi pasar ekspor, Haekal juga mengungkapkan tarif Trump merupakan momentum untuk mengembangkan barang substitusi impor -mayoritas responden 87.5 persen mendukung. Dalam pengembangan substitusi impor sebagai kerangka ekonomi sirkular, daya ekonomi warga merupakan titik utama.
Namun, tantangan dalam pengembangan substitusi impor merupakan daya beli masyarakat yang dianggap masih kurang memenuhi yakni 62,5 persen. Mayoritas pengusaha juga menganggap daya beli masyarakat masih kurang.
“Sekitar 58 persen dari 19 pelaku usaha yang berhasil dijangkau, menilai daya beli masyarakat masih belum mampu untuk membeli barang yang diproduksi oleh pelaku usaha,” kata Haekal menambahkan.
Tercatat penerapan tarif ekspor oleh Trump akibat adanya kebijakan American First, berdampak cukup besar terhadap pasar produk perikanan di Indonesia. Pada April lalu, Trump mengeluarkan kebijakan tarif resiprokal sebesar 10 persen secara global.
Sejak awal pengumuman tarif 10 persen, perusahaan dengan komoditas Tuna Loin yang memasarkan produknya ke Amerika Serikat telah menghentikan produksinya. Penerapan tarif tersebut berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pekerja pengolahan ikan di Indonesia.
Pada pertengahan kuartal 2025, Trump mengirimkan surat kepada beberapa negara termasuk Indonesia dengan penetapan tarif sebesar 32 persen. Seiring perkembangan waktu, Trump menetapkan penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen ke Indonesia lebih rendah 1 persen dari produk asal Vietnam.
Tarif tersebut berdampak terhadap kondisi ekonomi perikanan di Indonesia mengingat AS telah menjadi tujuan utama pasar produk perikanan di Indonesia dengan nilai mencapai USD 1,90 miliar pada 2024 atau sekitar 32 persen dari total ekspor produk perikanan. (*)
