BPOM Tindak Dokter Hewan Produksi Sekretom Ilegal untuk Manusia, Nilainya Rp230 Miliar

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 27 Agustus 2025 | 14:33 WIB
Kepala BPOM Taruna Ikrar (tengah) melakukan konferensi per. (SinPo.id/tangkap layar)
Kepala BPOM Taruna Ikrar (tengah) melakukan konferensi per. (SinPo.id/tangkap layar)

SinPo.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sarana peredaran produk sekretom ilegal di wilayah Magelang, Jawa Tengah pada 25 Juli 2025. Sarana peredaran ini merupakan praktik dokter hewan yang berlokasi di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah.

"Penindakan ini berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktik pengobatan ilegal oleh dokter hewan yang dilakukan terhadap pasien manusia," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers, Rabu, 27 Agustus 2025. 

Taruna menerangkan, produk sekretom merupakan salah satu produk biologi, turunan dari sel punca/stem cell. Sekretom didefinisikan sebagai keseluruhan bahan yang dilepaskan oleh sel punca, mencakup mikrovesikel, eksosom, protein, sitokin, zat mirip hormon (hormone-like substances), dan zat imunomodulator.

Adapun praktik pengobatan di sarana tersebut, menggunakan produk sekretom ilegal yang disuntikkan secara intra muscullar seperti pada bagian lengan. Sarana ilegal itu berada di tengah pemukiman padat penduduk serta melayani terapi/pengobatan kepada pasien yang sebagian besar merupakan pasien manusia. 

"Sarana ini dikamuflasekan dengan mencantumkan papan nama berupa Praktik Dokter Hewan," ujarnya. 

Dari hasil pengecekan dan pendalaman PPNS BPOM, diketahui sarana hanya memiliki perizinan untuk praktik dokter hewan. Pemilik sarana berinisial YHF (56 tahun) yang berprofesi sebagai dokter hewan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan terapi/pengobatan kepada pasien manusia.

"Produk sekretom yang digunakan sebagai terapi bagi pasien dibuat sendiri oleh dokter hewan tersebut dan belum memiliki nomor izin edar (NIE) BPOM. Produksi produk sekretom ilegal diduga dilakukan menggunakan fasilitas laboratorium di sebuah universitas di Yogyakarta. Ybs juga merupakan staf pengajar dan peneliti di universitas tersebut, " ucapnya. 

Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), tim PPNS BPOM menemukan dan mengamankan produk jadi berupa produk sekretom yang sudah dimasukkan ke dalam kemasan tabung eppendorf 1,5 ml. Cairan berwarna merah muda dan orens ini dalam bentuk siap disuntikkan kepada pasien.

Selain itu, lanjut Taruna, ditemukan 23 botol produk sekretom dalam kemasan botol 5 liter yang tersimpan di dalam kulkas dan produk krim mengandung sekretom untuk pengobatan luka. Pada TKP juga ditemukan peralatan suntik serta termos pendingin yang berstiker identitas dan alamat lengkap pasien. "Nilai keekonomian temuan di Magelang ini mencapai Rp230 miliar," ucapnya. 

Produk sekretom ilegal tersebut telah digunakan oleh pasien yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pasien di wilayah Pulau Jawa yang pernah dilayani di sarana tersebut dapat dikirimkan produk sekretom untuk melanjutkan terapinya dengan bantuan tenaga kesehatan terdekat. 

"Sementara untuk pasien-pasien yang berasal dari Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, atau wilayah lain di luar Pulau Jawa, termasuk dari luar negeri, melakukan pengobatan langsung di sarana tersebut," terangnya. 

Taruna menjelaskan, keseluruhan barang bukti produk sekretom ilegal yang ditemukan telah dilakukan penyitaan, dan disimpan di gudang barang bukti Balai Besar POM (BBPOM) di Yogyakarta untuk menjaga kestabilan produk selama proses penyidikan. Petugas juga telah menetapkan pemilik sarana YHF sebagai tersangka serta mengambil keterangan dari 12 orang saksi untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.

Tindakan mengedarkan produk sekretom ilegal ini diduga melanggar tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) serta Pasal 436 ayat (1) jo. Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

"Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar. Kemudian pelaku yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan juga dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI