Serangan Udara Israel Hantam Sanaa, Ibu Kota Yaman, Tewaskan 2 Orang dan Lukai Puluhan
SinPo.id - Serangan udara Israel mengguncang ibu kota Yaman, Sanaa, pada Minggu 24 Agustus 2025 hanya beberapa hari setelah pemberontak Houthi menembakkan rudal bermuatan cluster bomb ke arah Israel untuk pertama kalinya sejak 2023.
Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi, sedikitnya dua orang tewas dan 35 lainnya terluka akibat rentetan serangan. Media Al-Masirah yang dikelola pemberontak melaporkan salah satu target adalah perusahaan minyak, dengan rekaman di media sosial memperlihatkan ledakan besar berbentuk bola api.
Militer Israel menyatakan pihaknya menghantam pembangkit listrik Asar dan Hizaz, yang disebut sebagai fasilitas vital untuk aktivitas militer, serta sebuah kompleks militer dekat istana kepresidenan. Warga setempat mengatakan mereka mendengar dentuman keras di sekitar akademi militer yang sudah ditutup dan kawasan Sabeen Square, lokasi ikonik di pusat kota.
“Suara ledakan sangat keras,” kata Hussein Mohamed, warga Sanaa.
Sementara Ahmed al-Mekhlafy menuturkan, “Rumah saya berguncang hebat, jendela-jendela pecah akibat getaran.”
Pejabat militer Israel, yang enggan disebutkan namanya, menyebut rudal yang ditembakkan Houthi pada Jumat lalu sebagai ancaman baru karena menggunakan teknologi cluster munition. Senjata jenis ini meledak menjadi sejumlah bom kecil saat menghantam target, membuat sistem pertahanan udara Israel lebih sulit mencegatnya.
Israel mengerahkan lebih dari 10 jet tempur dalam operasi udara terbaru ini. Serangan tersebut terjadi setelah Houthi mengklaim berhasil menembakkan rudal ke arah Bandara Ben Gurion, meski Israel menyebut proyektil itu hancur di udara setelah dicegat.
Nasruddin Amer, pejabat media Houthi, menegaskan bahwa serangan Israel tidak akan menghentikan perlawanan kelompoknya.
“Operasi militer kami untuk mendukung Gaza tidak akan berhenti sampai agresi dihentikan dan blokade dicabut,” ujarnya di media sosial.
Sejak lebih dari 22 bulan terakhir, Houthi meluncurkan ratusan rudal dan drone ke arah Israel serta menyerang kapal dagang di Laut Merah. Aksi ini membuat jalur perdagangan laut global terganggu, mengingat sekitar USD 1 triliun nilai barang melintasi kawasan tersebut setiap tahun.
Sebelumnya, pada Mei 2025, Amerika Serikat sempat mencapai kesepakatan dengan Houthi untuk menghentikan serangan udara sebagai imbalan dihentikannya serangan terhadap jalur pelayaran. Namun, kelompok pemberontak menegaskan bahwa perjanjian itu tidak berlaku untuk serangan terhadap target yang dianggap sekutu Israel.
