Ketua BP MPR RI Dorong Penguatan Implementasi Program Pemerintah

Laporan: Juven Martua Sitompul
Kamis, 21 Agustus 2025 | 16:56 WIB
Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Humas MPR gelar diskusi
Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Humas MPR gelar diskusi"Implementasi Pidato Presiden Saat Sidang MPR RI Tahun 2025"(Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Ketua Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (BP MPR) RI Andreas Hugo Pareira mendorong adanya penguatan implementasi program-program pemerintah.

Andreas menilai pidato Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025 terdapat banyak hal positif yang disampaikan, seperti perhatian terhadap net outflow of national wealth, ketahanan pangan dan energi, serta program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Namun, dia juga menyoroti adanya ketimpangan antara retorika dengan implementasi di lapangan.

"Optimisme harus kita jaga, tetapi perlu juga kehati-hatian. Misalnya, kita bicara surplus empat juta ton beras, tapi faktanya harga beras di lapangan mahal. Ini ironi yang tidak boleh diabaikan," kata Andreas dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025.

Andreas mengemukakan terjadinya kekosongan dalam pelaksanaan program pemerintah disebabkan lemahnya teknokrasi. Maka dari itu, dia menekankan pentingnya peran teknokrasi untuk menerjemahkan ide-ide besar Presiden ke dalam implementasi nyata.

Di sisi lain, anggota MPR RI Riyono juga memberikan tanggapannya terkait pidato Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR mengenai pentingnya penguatan kedaulatan pangan nasional.

Menurut Riyono, meski Presiden telah menunjukkan political will dengan menyatakan alokasi anggaran sebesar Rp164,5 triliun untuk sektor pangan dalam APBN 2026, angka tersebut masih jauh dari ideal.

"Anggaran sektor pangan idealnya minimal sepuluh persen dari APBN. Artinya, APBN sekitar Rp3,700 triliun, sektor pangan dari hulu ke hilir harus mendapat alokasi sekitar Rp370 triliun," ujarnya.

Selain itu, Riyono mengkritisi realisasi program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Menurutnya, terdapat ketimpangan dalam penguasaan distribusi pangan nasional.

"Saat ini, 95-97 persen pasar beras nasional dikuasai sektor swasta. Negara hanya menguasai 3-4 persen. Ini menyebabkan gejolak harga sulit dikendalikan," ucapnya.

Maka dari itu, Riyono berpendapat bahwa tata kelola pangan harus dirombak serta mendorong penguatan Bulog dan lembaga pangan lainnya, termasuk restrukturisasi posisi Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Selain itu, dia juga menekankan pentingnya mendorong pangan lokal sebagai bagian dari kedaulatan pangan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI