HIPMI: Penurunan BI-Rate Sinyal Positif Bagi Pertumbuhan Ekonomi Nasional
SinPo.id - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai, kebijakan moneter penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate, menjadi sinyal positif bahwa fundamental ekonomi nasional tetap terjaga dan mendukung arah pertumbuhan yang sehat.
"Bagi pelaku usaha, penurunan BI Rate berarti penurunan biaya pinjaman yang akan berdampak langsung pada ekspansi usaha, produktivitas, dan penyerapan tenaga kerja," kata Sekjen HIPMI Anggawira dalam keterangannya, Rabu, 20 Agustus 2025.
Hingga semester I 2025, ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen (yoy), lebih tinggi dari ekspektasi pasar. Inflasi juga relatif terkendali di kisaran 2,8 persen, dalam rentang sasaran BI 2,5 ± 1 persen. Sementara, nilai tukar rupiah cenderung stabil di sekitar Rp 16.000 per dolar.
Kondisi makro ini memberi ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebagai stimulus tambahan bagi dunia usaha.
Angga menjelaskan, pemerintah melalui RAPBN 2026 menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, dengan fokus pada hilirisasi industri, ketahanan pangan, energi, serta penguatan peran UMKM.
"Dengan stimulus bunga yang lebih rendah, dunia usaha optimistis target ini bisa tercapai, bahkan berpotensi melampaui jika didukung implementasi kebijakan yang konsisten," ucapnya.
Dia meyakini, secara khusus, dampak penurunan BI Rate ini akan dirasakan kuat di daerah. Akses pembiayaan yang lebih murah dapat menggerakkan sektor pertanian (kontribusi 12,4 persen PDB), perikanan, dan UMKM yang menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja.
"Sektor-sektor ini selama ini menjadi motor utama perekonomian daerah, dan dengan biaya modal yang lebih rendah, produktivitasnya diyakini akan semakin meningkat," ungkapnya.
Untuk itu, HIPMI memberikan beberapa masukan, antara lain sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal. Penurunan BI Rate perlu diikuti dengan akselerasi realisasi belanja pemerintah, khususnya untuk infrastruktur dan program hilirisasi.
"Memperluas akses pembiayaan UMKM. Penurunan bunga harus dibarengi dengan dorongan perbankan agar lebih agresif menyalurkan kredit produktif, bukan hanya konsumtif," paparnya.
Kemudian, penguatan sektor riil di daerah. Pemerintah daerah perlu mendorong investasi lokal, mempermudah perizinan, dan menyiapkan kawasan industri/klaster yang ramah investor. Dan, hilirisasi berbasis daerah.
Menurut dia, hilirisasi tak hanya mineral, tapi juga pertanian, perikanan, dan perkebunan yang banyak tersebar di luar Jawa.
"Dengan langkah moneter yang pro-growth ini, HIPMI optimistis perekonomian 2026 dapat tumbuh di kisaran 5,4 persen sesuai target pemerintah, bahkan bisa lebih tinggi bila ditopang iklim investasi yang kondusif dan konsistensi kebijakan," tukasnya.

