Indonesia Minta Negara Maju Tanggung Jawab Masalah Polusi Plastik Global

Laporan: Sigit Nuryadin
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 22:23 WIB
Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq (SinPo.id/Dok. KLH)
Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq (SinPo.id/Dok. KLH)

SinPo.id - Indonesia mendesak negara-negara maju untuk memikul tanggung jawab lebih besar dalam upaya mengakhiri krisis polusi plastik global. Dalam forum negosiasi Perjanjian Plastik Global di Jenewa, Swiss, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya keadilan dalam proses perundingan internasional.

“Negosiasi harus berjalan inklusif dan adil, dengan mengakui kondisi unik setiap negara. Negara berkembang memerlukan dukungan teknologi, pembiayaan, dan investasi agar dapat berperan setara dalam mengatasi polusi plastik,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 16 Agustus 2025.

Hanif menyampaikan pernyataan tersebut dalam forum Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5.2), yang merancang instrumen hukum internasional untuk mengakhiri polusi plastik. 

Dia juga menghadiri berbagai pertemuan penting, termasuk dialog swasta-pemerintah, forum bilateral dengan pejabat Swiss, Inggris, dan Belanda, serta kunjungan lapangan ke fasilitas daur ulang dan penggunaan kembali sampah plastik.

Hanif menyampaikan kegelisahan Indonesia terhadap lambannya kemajuan negosiasi global, yang dinilainya semakin berisiko memperburuk ancaman polusi plastik. Dia menegaskan, perjanjian global ini harus menjadi titik balik, bukan sekadar wacana.

“Momentum tidak boleh hilang. Perjanjian harus ambisius, praktis, dan mengirim sinyal tegas bahwa polusi plastik harus diakhiri. Waktu untuk bertindak adalah sekarang,” kata dia.

Indonesia, kata Hanif, telah menetapkan target nasional untuk mengelola 100 persen sampah secara menyeluruh pada 2029. 

"Target ini meliputi penghapusan plastik bermasalah, pengurangan bahan kimia berbahaya, pemulihan pencemaran yang sudah terjadi, serta pencegahan kebocoran plastik ke lingkungan," ungkap dia. 

Dalam dialog bersama Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global, dia menyebut Indonesia menyuarakan dukungan terhadap penerapan desain produk berkelanjutan dan sistem Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR). 

"Sistem ini mewajibkan produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produknya, termasuk saat menjadi limbah," kata Hanif. 

Dia menegaskan, keberhasilan perjanjian global tidak bisa bergantung pada suara mayoritas semata, melainkan konsensus antarnegara. 

“Hanya dengan konsensus, implementasi bisa berlangsung efektif di semua negara, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang,” tandasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI