Tak Sebatas Usia, Masyarakat Diajak Selami Makna Kemerdekaan RI ke-80
SinPo.id - Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal, mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk selalu menyelami makna kemerdekaan Indonesia yang lebih dalam, yakni kemerdekaan batin.
Menurut Syam, HUT ke-80 RI bukan sekadar angka, melainkan jarak panjang yang ditempuh sebuah bangsa melewati berbagai tantangan sejarah, politik, dan perubahan zaman.
"Usia ini adalah fase kematangan yang seharusnya melahirkan kebijaksanaan, bukan sekadar kebanggaan masa lalu, melainkan kejelasan arah masa depan,” kata Syam dalam keterangannya, Jumat, 15 Agustus 2025.
Syam pun mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk mempertanyakan kembali, apakah kemerdekaan yang selalu dirayakan selama ini sudah benar-benar menjadi kemerdekaan sejati.
"Kita memang tak lagi di bawah kolonialisme fisik, tetapi benarkah kita telah merdeka dari penjajahan bentuk lain, penjajahan pikiran, keserakahan, korupsi nilai, dan ketakutan kolektif yang membuat kita saling curiga?" ujarnya.
Kendati Indonesia sudah terbebas dari kolonialisme fisik, masih banyak warga yang terbelenggu oleh bentuk penjajahan lain, seperti penjajahan pikiran, keserakahan, korupsi nilai, dan ketakutan kolektif yang menimbulkan saling curiga.
Ia menggambarkan situasi ini sebagai kemerdekaan yang tersisa di luar, namun terpenjara di dalam. Di mana banyak jiwa belum bebas karena takut bersuara akibat ancaman sosial dan politik.
"Adanya kelompok yang memandang perbedaan sebagai ancaman, serta pejabat yang menjual integritas demi keuntungan sesaat. Inilah bentuk penjajahan batin yang mengendalikan hati dengan ego, nafsu, dan prasangka," ungkapnya.
Syam menegaskan, jika kemerdekaan 1945 adalah pembebasan tubuh bangsa, maka kemerdekaan saat ini haruslah pembebasan jiwa bangsa. Pembebasan tersebut hanya mungkin terjadi dari keberanian kolektif untuk mengakui luka sejarah, melihat ketidakadilan masa kini, dan memilih jalan penyembuhan daripada dendam.
"Kemerdekaan sejati berdiri di atas integritas yang tak bisa ditawar. Ia menolak segala bentuk manipulasi, korupsi, dan penyelewengan, meski di baliknya ada janji kekuasaan atau keuntungan," tuturnya.
Oleh sebab itu, Syam mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun fondasi kemerdekaan batin melalui empat pilar kesadaran yang saling terkait. Pertama, kesadaran akan nilai, yakni kemerdekaan sejati yang berdiri di atas integritas tanpa kompromi dan menolak segala bentuk manipulasi, korupsi, serta penyelewengan meski ada janji kekuasaan atau keuntungan di baliknya.
Kedua, kesadaran akan kebersamaan, yang menempatkan Indonesia sebagai satu tubuh di mana luka satu bagian adalah luka seluruh tubuh, sehingga perbedaan suku, agama, bahasa, dan pandangan politik harus diletakkan dalam bingkai persatuan. Ketiga, kesadaran akan batas, yaitu saling menghormati hak orang lain dan menjaga ruang bersama, dengan memahami bahwa kebebasan seseorang berhenti di titik kebebasan orang lain dimulai.
"Keempat, kesadaran akan tanggung jawab, di mana kemerdekaan dipandang sebagai amanah yang harus dirawat terus-menerus, bukan sekadar hadiah yang dirayakan sesaat," lanjutnya.
Syam juga menyoroti pentingnya membangun infrastruktur jiwa yang terdiri dari kejujuran, empati, dan solidaritas, yang selama ini sering terlupakan di tengah fokus pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan, pelabuhan, dan gedung pencakar langit. Tanpa fondasi jiwa yang kuat, kemerdekaan akan menjadi rapuh dan bendera hanya berkibar di tiang, bukan di hati.
Sebab itu, pembangunan infrastruktur jiwa berarti mendidik anak-anak untuk berpikir kritis namun penuh empati, melatih para pemimpin agar mau mendengar suara rakyat tanpa menutup telinga terhadap kritik, serta mengukur kemajuan bangsa tidak hanya dari angka produk domestik bruto (PDB), tetapi juga dari kualitas kepercayaan sosial, tingkat keadilan, dan ketangguhan moral.
Lebih jauh, Syam menyatakan kemerdekaan batin juga berarti merdeka untuk memaafkan, bukan karena kelemahan, melainkan sebagai cara agar tidak terikat oleh beban masa lalu. Kemerdekaan batin juga membuka ruang untuk berkolaborasi lintas perbedaan, bukan karena kesamaan, tetapi karena memahami bahwa perbedaan adalah bahan bakar inovasi dan kekuatan kolektif bangsa.
"Kemerdekaan batin juga berarti merdeka untuk memaafkan, bukan karena kita lemah, tetapi karena kita tidak ingin terikat pada beban masa lalu," tukasnya.
