KPAI Minta Polisi Usut Eksploitasi Seksual Anak di Bar Jakbar
SinPo.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap seorang remaja perempuan berusia 15 tahun yang dipekerjakan sebagai pemandu lagu (LC) di sebuah bar di kawasan Jakarta Barat.
Ketua KPAI, Ai Maryati menilai kasus ini bukan kejadian tunggal, melainkan bisa menjadi bagian dari jaringan eksploitasi yang lebih besar.
“Ini bukan sekadar pelanggaran ketenagakerjaan, tapi sudah masuk ranah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam bentuk eksploitasi seksual anak. Aparat harus menyelidiki kemungkinan keterkaitan dengan jaringan atau tempat hiburan lainnya,” kata Ai kepada wartawan, Minggu, 10 Agustus 2025.
Ai menyoroti kondisi korban yang kini dalam keadaan hamil, dan meminta agar seluruh instansi pemerintah di Jakarta Barat segera memberikan pendampingan komprehensif kepada korban.
“Anak ini mengalami trauma ganda. Selain korban eksploitasi seksual, dia juga menghadapi kehamilan di usia belia. Pemerintah daerah harus turun tangan dengan layanan kesehatan, psikologis, dan sosial yang terpadu,” tuturnya.
Menurut Ai, modus eksploitasi yang menyasar anak-anak kerap kali memanfaatkan kondisi ekonomi dan kerentanan sosial keluarga. Ia menduga perekrutan korban tidak dilakukan secara insidental.
“Biasanya ini tidak berhenti pada satu korban saja. Ada pola dan sistem yang berjalan, yang sayangnya sering kali luput dari pengawasan karena terjadi di ruang-ruang tertutup,” ujar Ai.
Lebih jauh, dia menegaskan, perlunya penindakan tegas terhadap pihak pengelola bar yang mempekerjakan anak di bawah umur, mengingat hal tersebut melanggar hukum ketenagakerjaan dan perlindungan anak.
“Larangan mempekerjakan anak di bawah umur sudah jelas diatur dalam undang-undang. Penegakan hukum harus tegas agar tidak ada lagi tempat hiburan yang merasa kebal,” kata Ai.
Ai menambahkan, KPAI akan terus memantau proses hukum kasus ini, dan memastikan korban mendapat pendampingan hingga pulih secara menyeluruh.
“Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal masa depan anak. Jangan sampai korban kembali menjadi korban karena negara abai,” tandasnya.
