Komdigi Catat Kejahatan Siber Rugikan Finansial Capai Rp476 Miliar
SinPo.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat, kerugian finansial yang diderita masyarakat akibat kejahatan siber dari November 2024 hingga Januari 2025, mencapai Rp476 miliar. Penipuan di ruang digital ini telah menjadi ancaman nyata dan sangat merugikan masyarakat.
"Angka-angka ini bukan sekadar statistik, ini adalah peringatan bahwa kita harus bertindak cepat dan bersama," kata Wamenkomidigi Nezar Patria dalam keterangannya, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Nezar menerangkan, untuk penipuan digital yang masuk ke sistem pengaduan publik, hingga pertengahan 2025, mencapai 1,2 juta laporan.
Ia memastikan, Komdigi akan terus melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan aparat penegak hukum seperti Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan mengidentifikasi pelaku spam dan scam, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Untuk itu pemerintah berkomitmen penuh menciptakan ruang digital yang aman, bersih dan terpercaya bagi seluruh masyarakat," tegas Nezar.
Komitmen tersebut, menurut Nezar, tak hanya diwujudkan melalui penguatan regulasi dan literasi digital, tetapi juga melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan artifisial (AI) untuk mendeteksi dan mencegah kejahatan siber sejak dini.
Karena, teknologi harus digunakan sebagai alat untuk memperkuat pertahanan masyarakat dari berbagai ancaman di ruang digital.
"Teknologi seperti AI dan machine learning jangan hanya menjadi jargon dalam inovasi, tapi harus menjadi solusi nyata untuk masalah-masalah krusial semisal keamanan digital ini. Teknologi harus menjadi alat kita untuk membangun pertahanan yang lebih kuat bagi masyarakat," kata Nezar.
Nezar juga menyinggung pentingnya kedaulatan data dan teknologi. Indonesia tak boleh menjadi korban dari kolonialisme digital dan eksploitasi data oleh kekuatan asing.
Menurutnya, visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya kemandirian teknologi nasional yang berbasis pada kemampuan dalam negeri.
"Ini menjadi konsen di tingkat global juga, bagaimana melindungi negara-negara yang rentan terhadap praktek pencurian dan eksploitasi data. Karena itu, inisiatif seperti AI for All harus menjadi model kolaborasi yang dapat ditiru oleh pelaku industri digital lainnya," pungkasnya.
