APBN Terbatas, Pemerintah Dorong Skema Hak Penggunaan Terbatas Biayai Infrastruktur

Laporan: Tio Pirnando
Jumat, 08 Agustus 2025 | 11:55 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin. (SinPo.id/dok. Ekon)
Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin. (SinPo.id/dok. Ekon)

SinPo.id - Pemerintah mendorong pengguna skema alternatif yang lebih fleksibel dan inklusif untuk pembangunan infrastruktur, seperti pembiayaan melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT), yang tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2024. Hal ini sebagai alternatif mengatasi keterbatasan pembiayaan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

"Skema ini bukan bentuk privatisasi. Justru sebaliknya, ini merupakan bentuk modernisasi tata kelola aset negara agar lebih produktif, bernilai tambah, dan tetap berpihak pada kepentingan publik," kata Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin dalam acara Sosialisasi Perpres Nomor 66/2024 tentang Pembiayaan Infrastruktur melalui HPT, ditulis Jumat, 8 Agustus 2025. 

Rudy memastikan, pemerintah akan terus mengakselerasi pembangunan infrastruktur nasional serta mengoptimalkan pemanfaatan aset negara guna mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. 

Untuk mendukung langkah tersebut, strategi jangka menengah disusun melalui RPJMN 2025-2029 dengan infrastruktur sebagai pilar penting dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029. Dimana, pertumbuhan investasi melalui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi motor penggerak ekonominya.

Menurut Rudy, regulasi yang tertuang dalam Perpres 66/2024, memberikan dasar hukum bagi pemanfaatan aset-aset negara secara lebih optimal. 

Terlebih, skema HPT dapat diterapkan pada berbagai jenis infrastruktur strategis seperti jalan tol, transportasi publik, energi, limbah, perumahan, hingga fasilitas kesehatan dan pendidikan. Aset yang bisa dikerjasamakan harus telah beroperasi, memiliki umur manfaat minimum 10 tahun, serta terdaftar dan diaudit secara akuntabel.

Namun demikian, fleksibilitas juga diberikan berdasarkan hasil studi kelayakan. Adapun, skema HPT dapat dilakukan baik melalui prakarsa pemerintah (solicited) maupun oleh badan usaha (unsolicited), dengan peran strategis Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dalam memfasilitasi proses transaksi. 

Mekanisme ini meliputi penetapan daftar proyek HPT, pemilihan mitra swasta, hingga pengelolaan dan pengembalian aset di akhir periode kerja sama.

"Biarkan aset negara bekerja untuk kita. Melalui HPT, kita dorong investasi swasta tanpa melepas kendali negara, sekaligus memperkuat struktur pembiayaan pembangunan nasional. Regulasi telah tersedia, sekarang saatnya mendorong agar implementasinya dapat dilakukan secara feasible dan bankable," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI