Kemendagri Sebut Badan Wakaf Tak Perlu Khawatir soal Mitra Pemda
SinPo.id - Kepala Badan Strategis Kebijakan Dalam Negeri Kemendagri RI, Yusharto Huntoyugo menyampaikan, Badan Wakaf Indonesia (BWI) tidak perlu khawatir tak akan menjadi mitra pemerintah daerah (Pemda) untuk membuat kegiatan produktif. Karena, di daerah, terdapat struktur sekretariat mencakup biro setingkat provinsi, kabupaten/kota, yang menangani bagian kesejahteraan rakyat (kesra).
"Ini merupakan struktur yang sudah lazim ada provinsi, Kabupaten/kota, yang akan menjadi mitra dari bapak/ibu dari BWI untuk melakukan koordinasi," kata Yusharto dalam Seminar Nasional bertajuk "Wakaf Produktif Berbasis Hak di Atas Tanah Wakaf" di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025.
Yusharto menerangkan, struktur biro di daerah ini, merupakan mitra BWI untuk melakukan koordinasi dalam mengelola wakaf di daerah. Meskipun belum ada nomenklatur khusus mengenai kegiatan mengelola wakaf, prinsip penataan keuangan daerah, memungkinkan penambahan kodifikasi, klasifikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan keuangan daerah berdasarkan kebutuhan masing-masing daerah bersifat terbuka.
"Dapat ditambahkan berdasarkan kebutuhan pada masing-masing daerah. Setelah ditetapkan dari daerah lalu disampaikan kepada Kemnterian Dalam Negeri untuk mendapatkan validasi dan penetapan untuk dilaksanakan di daerah, tambahan mata anggaran kegiatan pada proses perencanaan sampai dengan pengalokasian anggaran di daerah," paparnya.
Yusharto menjelaskan, wakaf di Indonesia itu memiliki dasar hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam Pasal 48, menyebutkan bahwa Badan Wakaf yang berkedudukan di NKRI dapat membentuk perwakilan di provinsi dan atau kabupaten/kota sesuai kebutuhan (setelah berkonsultasi dengan Pemda setempat). Sedangkan dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang Pemda, pada lampiran (pembagian urusan) menyebutkan bahwa urusan sosial fsn pertanahan menjadi kewenangan konkuren yang memberikan ruang bagi Pemda untuk memfasilitasi urusan wakaf.
Dan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP 41/2005 tentang Pelaksanaan UU 41/2004 tentang Wakaf, memberikan kewenangan kepada Bupati/Wali Kota (Pemda) untuk menetapkan nilai dan manfaat harta benda penukar.
"Jadi, keterlibatan Pemda bersifat imbauan, melainkan amanat peraturan perundang-undangan," tuturnya.
Oleh karenanya, Yusharto mendorong BWI untuk menyelenggarakan kegiatan produktif berdasarkan filosofi wakaf sebagai filantropi. Ia juga mendorong terjadinya creative financing dengan melibatkan organisasi yang terbentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dengan demikian, perwakilan BWI di provinsi bisa meng-creat kegiatan bersama-sama dengan Biro Kesra di tingkat provinsi atau bagian Kesra di tingkat kabupaten/kota untuk dilaksanakan bersama tidak boleh hanya bergantung pada hibah," ungkapnya
Yusharto juga menyarankan pembuatan roadmap setidaknya 5 tahun ke depan untuk kerja sama dalam pengentasan wajib belajar 12 tahun lewat kegiatan wakaf. Dengan formulasi yang benar, dalam proses perencanaan pembangunan, anggaran dapat di absorbsi (diserap) dan prinsipnya tidak akan ada anggaran yang keluar tanpa perencanaan.
"Kenapa banyak sekali orang-orang ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan sebagainya? Karena tiba-tiba menggunakan anggaran tanpa proses perencanaan," tegas Yusharto.
Namun demikian, Kemendagri sangat mendukung keterlibatan semua pihak dalam proses pembangunan daerah. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat menyejahterakan masyarakat.
"Untuk itu, sekali lagi apabila akan masuk dalam skema kegiatan pemerintah entah kegiatan utama atau kegiatan penunjang untuk Wakaf, kami berharap itu sudah dilakukan sejak proses perencanaan. Dan perencanaan ini dari tingkat desa secara berjenjang sampai dengan tingkat nasional," tukasnya.
