Kemenhut Klarifikasi Rencana Pembangunan di Pulau Padar
SinPo.id - Menyikapi pemberitaan yang berkembang mengenai rencana pembangunan fasilitas pariwisata oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan bahwa seluruh proses pembangunan masih berada dalam koridor hukum dan komitmen pelestarian lingkungan.
Dalam siaran pers resmi, Kemenhut menjelaskan bahwa pengusahaan wisata alam merupakan amanah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang telah diperbarui melalui UU Nomor 32 Tahun 2024, dan hanya dapat dilakukan di zona pemanfaatan taman nasional. PT KWE sendiri merupakan pemegang izin usaha sarana pariwisata alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No: SK.796/Menhut-II/2014 sejak tahun 2014. Lokasi izin berada di zona pemanfaatan Pulau Padar.
Hingga saat ini, ditegaskan bahwa belum ada aktivitas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam di Pulau Padar. Rencana pembangunan yang dikembangkan pun sangat terbatas, yakni hanya seluas 15,375 hektare atau sekitar 5,64% dari total area izin 274,13 hektare — jauh dari klaim 426 hektare yang beredar di media.
Pembangunan direncanakan berlangsung dalam lima tahap dan terbagi ke dalam tujuh blok lokasi.
Saat ini, proses masih berada pada tahap konsultasi publik terhadap dokumen Environmental Impact Assessment (EIA) yang disusun mengikuti standar UNESCO World Heritage Centre (WHC) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Pemerintah menegaskan, tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum EIA ini disetujui oleh kedua badan internasional tersebut.
“Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen penuh untuk menjaga Outstanding Universal Value (OUV) dari situs warisan dunia ini,” tulis Kemenhut.
Dokumen EIA disusun oleh tim ahli lintas disiplin dan telah melewati proses konsultasi terbuka dengan para pemangku kepentingan. Forum konsultasi publik terakhir digelar di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025 dan melibatkan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, akademisi, serta pelaku usaha.
Kemenhut menegaskan, evaluasi dampak pembangunan dilakukan secara holistik mulai dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial budaya. Pemerintah juga menjamin bahwa tidak akan ada dampak negatif terhadap keberlangsungan satwa Komodo dan habitatnya.
Penyusunan EIA ini merupakan tindak lanjut atas hasil Reactive Monitoring Mission di TN Komodo pada tahun 2022, serta rekomendasi dari Sidang WHC ke-46 di Riyadh (2023) dan ke-47 di Paris (2025). Rencana pembangunan hanya akan dilanjutkan jika semua rekomendasi EIA dipenuhi dan tidak membahayakan integritas warisan dunia.
Kemenhut mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil penilaian resmi dan menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat, agar tidak menyesatkan opini publik.
“Kami menghargai perhatian publik terhadap kelestarian Komodo dan Pulau Padar. Komitmen terhadap keberlanjutan akan selalu menjadi prioritas utama,” tutup pernyataan resmi Kemenhut.

