R-KUHAP, Ini Usulan Koalisi Advokat Progresif Indonesia

Laporan: Sinpo
Selasa, 05 Agustus 2025 | 13:36 WIB
Ilustrasi (Pixabay.com/Sinpo.id)
Ilustrasi (Pixabay.com/Sinpo.id)

Mendorong penguatan perlindungan profesi advokat, perempuan korban dan pendamping, termas termasuk menghilangkan praktik mafia hukum.

SinPo.id - Koalisi Advokat Progresif Indonesia mengirimkan surat Permohonan Rapat Dengar Pendapat Umum perihal penyusunan rancangan kitab undang-undang hukum acara pidana (R-KUHAP). KAPI mendorong penguatan perlindungan profesi advokat, perempuan korban dan pendamping, termas termasuk menghilangkan praktik mafia hukum.

“KAPI menilai sampai saat ini perlindungan terhadap profesi advokat masih sangat lemah, di antaranya sangat mudah dikriminalisasi akibat perkara atau kerja-kerja advokat yang sedang dilakukan,” ujar juru bicara KAPI, Nasrul Saftiar Dongoran, dalam pernyataan resmi, selasa, 5 Agustus 2025.

Padahal,  kata Nasrul undang-undang nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan tegas telah menyebut advokat adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri, dan memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya seperti hakim, jaksa dan polisi.

Namun ia menyebut perlindungan yang diberikan kepada advokat jauh berbeda dengan perlindungan yang diberikan kepada aparat penegak hukum lain, seperti Polisi, Hakim dan Jaksa yang bahkan rumah dan anggota keluarganya mendapatkan perlindungan dari Polri dan TNI berdasarkan Pepres 66 Tahun 2025.

Hal itu menjadi alasan para advokat perlu terlibat aktif dalam proses penyusunan R-KUHAP, dengan pengajuan permohonan RDPU untuk memastikan adanya substansi yang dapat memperkuat perlindungan kerja-kerja advokat dan menyinkronkan RKUHAP dengan ketentuan dalam UU TPKS, UU SPPA, UU PKDRT, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Sedangkan permohonan RDPU itu telah diajukan kepada Komisi III DPR-RI untuk dilakukan dengar pendapat pada Kamis, 7 Agustus 2025 mendatang..

“Momentum Revisi KUHAP ini harus menjadi upaya untuk mendekatkan akses pada keadilan (acces to justice) kepada korban dan terkhusus perempuan korban yang memiliki kerentanan berlapis saat berhadapan dengan hukum,” ujar Nasrul menambahkan.

Selain itu, Nasrul berharap KUHAP harus memberikan ruang yang partisipatif kepada korban dalam mengawal proses hukum yang sedang berjalan. Salah satunya, yang diusulkan penambahan kewenangan penuntut khusus yang diwakili oleh advokat untuk mewakili korban dalam persidangan seperti salahsatu contoh kasus korban kekerasan seksual dan pencemaran lingkungan.

Alasannya selama ini Penuntut Umum tidak melibatkan korban dan perempuan sebagai korban dalam proses penyusunan tuntutan di dalam persidangan. Selain itu, RKUHAP perlu menambahkan Pasal yang mengakui hak korban untuk didampingi oleh pendamping dari lembaga layanan atau organisasi masyarakat sipil.

“Termasuk mengatur larangan kriminalisasi terhadap pendamping serta jaminan perlindungan keamanan dan akses informasi.” Ujar Nasrul menjelaskan.

Sedangkan penggunaan upaya paksa oleh aparat penegak hukum harus berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik yang dikuatkan dengan alat bukti yang sah yang dapat diuji di Pengadilan.

Sedangkan kasus praktik mafia hukum seperti pemerasan, suap-menyuap, jual beli tuntutan hingga vonis ringan yang menyeret Penyidik, Penuntut Umum, Advokat, Hakim hingga petugas Lembaga Pemasyarakatan dikarenakan kewenangan powerfull yang menilai dengan subjektiftas tanpa adanya mekanisme kontrol dan pengujian yang memadai dari masyarakat dalam KUHAP saat ini.

“Kaukus Advokat Progresif Indonesia memberikan policy brief ini dan meminta RDPU dengan Komisi III DPRI RI untuk meminta revisi KUHAP untuk meningkatkan perlindungan HAM dan perempuan berhadapan dengan hukum serta memberantas praktik mafia hukum yang selama ini terjadi,” katanya. (*)

BERITALAINNYA
BERITATERKINI