Kepergian Marsma TNI Fajar Adriyanto, Jejak Pengabdian dan Kenangan Tak Terlupakan
SinPo.id - Kabar gugurnya Marsekal Pertama TNI Fajar "Red Wolf" Adriyanto dalam kecelakaan pesawat latih di Bogor, Minggu 3 Agustus 2025, meninggalkan duka mendalam di lingkungan TNI AU dan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI). Salah satu yang terpukul adalah eks Panglima TNI, Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, yang sempat tak percaya mendengar kabar tersebut.
"Ya pagi ketika baru saja terjadi accident dan banyak teman-teman di FASI yang dulu bagian dari pembinaan saya mengabarkan ke saya," kata Hadi usai melayat ke rumah duka di Kompleks TNI AU, Pancoran, Jakarta Selatan.
"Dan kebetulan dari FASI juga tahu bahwa Pak Fajar ini juga dekat sama saya. Sehingga, saya dikabari dan saya sempat tidak percaya, masa sih," lanjutnya.
Pesawat Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 dengan register PK-S126 yang dikemudikan Fajar jatuh di kawasan Ciampea, Bogor. Ia sempat dilarikan ke RSAU dr. M. Hassan Toto, namun nyawanya tak tertolong. Sementara kopilot, Roni Ahmad, mengalami luka berat.
Hadi mengenang Fajar sebagai sosok penerbang berpengalaman yang tak hanya menguasai pesawat latih, tapi juga jet tempur F-16.
"Saya melihat bahwa Pak Fajar ini jam terbangnya cukup banyak dan menerbangkan pesawat F-16, saya tidak percaya. Tapi coba saya komunikasi, ternyata memang Pak Fajar mendapatkan musibah," ujarnya.
Baginya, Fajar bukan hanya prajurit teladan, tapi juga pribadi yang disiplin, rendah hati, dan sangat komunikatif.
"Pak Fajar adalah salah satu sosok perwira yang sangat disiplin, tekun, menghargai seniornya, dan senang melakukan diskusi dan selalu mau mendengarkan apabila seniornya ini memberikan gambaran-gambaran, instruksi-instruksi kepada yang bersangkutan," ucap Hadi.
"Kami sangat kehilangan dengan sosok yang sangat komunikatif, saling bertegur sapa, dan selalu kalau kita WA tidak ada, ya kita minta informasi, tidak sampai satu menit pasti membalas," tambahnya.
Semasa hidup, Fajar dikenal luas di kalangan penerbang. Hobinya terhadap olahraga dirgantara membuatnya aktif di FASI.
"Nah, untuk pertemanannya memang sangat luas, sehingga beliau aktif di Federasi Aero Sport Indonesia, yang memang hobinya dia sebagai pilot, sehingga dia senang untuk terbang pesawat-pesawat olahraga yang seperti yang tadi pagi mereka terbangkan," tutur Hadi.
Hadi juga mengisahkan pengalamannya saat menugaskan Fajar sebagai Danlanud Manuhua, Biak, pada 2017.
"Hampir setiap malam setelah penerbangan selesai, di samping dia secara prosedur harus lapor ke Puskodal Mabes AU, Pak Fajar selalu memberikan informasi ke saya melalui WA," kenangnya.
"Ya isinya antara lain, operasi penerbangan sampai hari ini aman, untuk kegiatan kesehatan, bakti sosial semua tercover dengan baik, karena kebanyakan kita mendukung logistik-logistik di pegunungan-pegunungan, ya, melalui Lanud Biak, itu selalu melaporkan ke saya."
Fajar merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara 1992 dan perwira tempur yang pernah memegang jabatan strategis, seperti Kadispen TNI AU, Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas, dan terakhir Kapoksahli Kodiklatau.
Salah satu catatan penting dalam sejarah karier militernya adalah keterlibatannya dalam Insiden Udara Bawean 2003—duel udara antara F-16 TNI AU dan F/A-18 Hornet milik AL Amerika Serikat.
Saat itu, Fajar bersama tiga penerbang lainnya ditugaskan untuk mengidentifikasi pesawat asing yang terbang di atas wilayah kedaulatan RI tanpa izin.
Misi itu berubah menjadi situasi panas yang nyaris menjadi konfrontasi udara.
Dalam insiden tersebut, pesawat F-16 yang diawaki Fajar dan rekan-rekannya berhasil mencegah pelanggaran kedaulatan udara melalui strategi visual dan komunikasi tanpa harus melepaskan tembakan.
Kini, sosok perwira yang dikenal sebagai "Red Wolf" itu telah tiada. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka dan akan dimakamkan di Probolinggo, Jawa Timur, pada Senin (4/8), setelah terlebih dahulu dibawa ke Malang menggunakan pesawat Hercules.
Tangis pecah di rumah duka. Anak Fajar terlihat tiba sekitar pukul 17.49 WIB dengan mengenakan baju coklat, langsung disambut sang ibu. Keduanya berpelukan dalam haru, dikelilingi keluarga yang menenangkan.
Kepergian Marsma TNI Fajar Adriyanto meninggalkan duka, namun juga jejak kehormatan dalam pengabdian panjangnya untuk Tanah Air, dari langit Biak hingga langit Bawean.
