Profil Fahri Hamzah, Aktivis Mahasiswa Kritis yang Jadi 'Macan' Parlemen
sinpo - Nama Fahri Hamzah tak asing lagi di dunia perpolitikan Indonesia. Mantan Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 ini ikut membesarkan nama PKS. Ia lahir di Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada 10 November 1971.
Fahri muda menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Matarama pada 1990 hingga 1992. Kuliahnya tak rampung, tapi ia memulai kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada 1992.
UI menjadi batu loncatan kegiatan aktivis Fahri Hamzah muda. Ia menjadi ketua umum Forum Studi Islam di fakultasnya. Bahkan ia juga sempat menjabat sebagai ketua departemen penelitiam dan pengembangan di senat mahasiswa universitas.
Memasuki era Reformasi, Fahri ikut membidani lahirnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang. Ia menjadi Ketua I pada periode 1998-1999 dan ikut mengorganisasi gerakan melawan rezim orde baru.
Pada periode 1999-2002, Fahri terpilih menjadi staf ahli Majelis Permusyawaratan Rakyat dam ikut dalam diskusi terkait amandemen UUD 1945. Mengutip laman fahrihamzah.com, Fahri terpilih sebagai anggota DPR RI sejak 2004 melalui PKS.
Kariernya sebagai anggota DPR terus berlangsung hingga 2019. Ia ditempatkan di komisi VI DPR yang menangani masalah perdagangan, perindustrian, investasi, UKM, dan BUMN. Ia juga sempat ditempatkan di komisi III DPR yang menangani masalah hukum dan HAM.
Fraksi PKS juga menempatkannya sebagai Wakil Ketua Komisi III sejak 2009. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Badan Kehormatan DPR. Karir politik Fahri makin 'bersinar' saat PKS menempatkannya sebagai Wakil Ketua DPR periode 2014-2019.
Fahri kerap mengkritik pemerintahan Jokowi karena posisi fraksinya sebagai oposisi pemerintah. Hingga akhirnya, PKS meminta Fahri mundur jabatan wakil ketua DPR karena dituding melakukan sejumlah pelanggaran.
Diantaranya dianggap kerap melontarkan pernyataan kontroversial, kontraproduktif, dan tak sejalan dengan arahan partai. Salah satunya soal pernyataan Fahri soal narasi membubarkan KPK.
Saat itu, Fahri menolak meletakkan jabatannya sebagai pimpinan DPR. Akibatnya, konflik antara Fahri dan PKS ini berujung ke peradilan dan Fahri memenangkan sengketa tersebut.
Meski mencoba bertahan di PKS dengan alasan partai tersebut sebagai partai kader, akhirnya Fahri bersama Anies Matta mendirikan partai baru bernama Partai Gelora. Kini ia menjabat sebagai wakil ketua umum di partai besutannya yang kedua.

