DPR Dorong Penguatan Tata Kelola dan Manajemen BPR

Laporan: Galuh Ratnatika
Kamis, 31 Juli 2025 | 12:36 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin (SinPo.id/ Dok. Golkar)
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin (SinPo.id/ Dok. Golkar)

SinPo.id -  Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mendorong penguatan tata kelola dan manajemen Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Hal itu ia sampaikan merespons dicabutnya izin BPR Dwi Cahaya Nusa Perkasa dan BPRS Gebu Prima, lantaran tidak mampu melakukan upaya penyehatan. 

“Sejak tahun 2005, sudah ada 143 bank telah dilikuidasi yang mayoritas adalah BPR. Secara historis, Hal tersebut disebabkan lemahnya tata kelola manajemen perbankan, kurangnya kompetensi sumber daya manusia, dan minimnya pengendalian internal," kata Puteri, dalam keterangan persnya, Kamis, 31 Juli 2025.

"Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius, mengingat BPR berperan strategis dalam memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) khususnya di wilayah pedesaan dan daerah tertinggal,” imbuhnya.

Ia pun mendorong BPR untuk melakukan transformasi dan penguatan kapasitas usaha BPR, sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). 

“UU ini memberikan landasan untuk transformasi dan penguatan kapasitas usaha BPR melalui kegiatan penukaran valuta asing, transfer dana, pengalihan piutang dan penawaran umum di bursa efek. Dalam melaksanakan kegiatan usaha tersebut, BPR juga dapat memanfaatkan teknologi informasi (IT),” jelasnya.

Selain itu Puteri juga mendorong pelaku usaha dan regulator di sektor keuangan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan Kecerdasan Artifisial atau Artificial Intelligence (AI) yang memberikan peluang dan tantangan.

Menurutnya, penggunaan AI dapat bermanfaat untuk membantu analisis data, riset, proyeksi keekonomian, dan pengawasan internal. Namun AI juga membawa tantangan manajemen risiko yang kompleks. Sehingga meluasnya penggunaan AI dalam sektor keuangan membutuhkan pengawasan dan regulasi yang lebih memadai.

"Adopsi AI juga membawa tantangan manajemen risiko yang kompleks, seperti isu keamanan dan kerahasiaan data, kejahatan siber, ketergantungan pada pihak ketiga, hingga kompetensi sumber daya manusia," katanya menambahkan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI